Selasa, 26 Juni 2012

peradaban sungai lembah Indus

1.    Letak Geografis Peradaban Sungai Indus atau Sindhu
Letak Geografis
•  Di sebelah Utara berbatasan dengan China yang dibatasi Gunung Himalaya
•  Selatan berbatasan dengan  Srilanka yang dibatasi oleh Samudera Indonesia
•  Barat berbatasan dengan Pakistan
•  Timur berbatasan dengan Myanmar dan Bangladesh
 terletak di wilayah Pakistan. Sungai Indus memilki banyak anak sungai yang berasal dari wilayah Punjab di Pakistan Utara. Punjab artinya daearah aliran lima sungai. Sungai Indus mengalir melalui Pakistan dan menyebabkan tanah di negeri itu menjadi subur. Sungai tersebut bermuara di Laut Arab.
Penduduk asli yang berada di Lembah Sungai Shindu adalah bangsa Dravida, diperkirakan telah mendiaminya sejak 3000 SM. Bangsa ini meninggalkan sisa-sisa peradabannya di Mahenjo Daro dan Harappa.
2.    Kepercayaan Masyarakat Sungai Indus
Masyarakat lembah Sungai Indus memuja kepada banyak dewa (politheisme). Dewa utama yang dipujanya adalah dewa berkepala tiga, bertanduk besar, walaupun masih berupa dugaan, stempel yang menggambarkan dewa ini banyak dijumpai. Selain itu, masyarakatnya mengenal Dewi Ibu yang dipuja sebagai lambang Dewi kesuburan.
3.    Hasil Kebudayaan Peradaban Lembah Sungai Indus.
 Peradaban Lembah Sungai Indus ditemukan di dua tempat, yakni Harappa (daerah hulu Punjab) dan Mahenjo Daro di daerah hilir sungai Indus.

Dari penemuan-penemuan yang diperoleh dapatlah diketahui bahwa peradaban Lembah Sungai Indus telah tinggi. Beberapa penemuan hasil peradaban daerah tersebut adalah :
    Kota Harappa dan Mahenjo Daro
Kota Harappa dan Mahenjo Daro merupakan kota kuno daerah Pakistan yang dibangun berdasarkan tata kota yang baik. Jalan-jalan di kedua kota tersebut dibuat lurus. Pembangunan kota juga memperhatikan arah angin muson (Barat Daya - Timur Laut), sehingga arus angin dalam kota lancar. Di kanan kiri jalan dibangun saluran air dalam tanah untuk menampung air dari rumah-rumah.
    Benda-Benda Purba
Benda-benda purba yang merupakan lempeng-lempeng tanah (terra cotta) berbentuk segi empat dan bergambarkan binatang seperti gajah, harimau, sapi, badak atau pohon-pohonan seperti beringin. Di bawahnya terdapat tulisan yang belum terbaca betul maksudnya, tetapi diperkirakan bahwa antara tulisan dan gambar ada hubungannya. Huruf-huruf itu disebut pietograph yang berarti tulisan gambar. Lempeng-lempeng tanah tersebut menunjukkan adanya kepercayaan menyembah binatang atau pohon-pohon dan benda-benda yang merupakan jimat.
Peninggalan lain yang ditemukan berupa tembikar yang berbentuk periuk belanga, semacam piring dan cangkir dalam berbagai macam bentuk dan ukuran. Alat-alat pertanian yang ditemukan berupa cangkul dan kapak. Sedangkan, alat-alat perhiasan berupa kalung, gelang, ikat pinggang yang dibuat dari tembaga atau emas. Dari temuan yang ada dapat diketahui bahwa penduduk telah mengenal kebudayaan batu dan logam.
    Kebudayaan Mahenjodaro dan Harappa
Sebelum kedatangan bangsa Arya di Asia Selatan, di Lembah Sungai Indus telah berkembang suatu peradaban yang cukup tinggi untuk masa itu. Peradaban itu berkembang lebih kurang antara 3000 sampai 2500 SM.Hasil penggalian di bekas reruntuhan kota Mahenjo Daro dan Harappa oleh Jawatan Purbakala India tahun 1922 telah membuktikan hal tersebut. Di dua tempat itu, ditemukan banyak benda purbakala yang merupakan peninggalan masa purba itu. Kebudayaan tersebut dinamakan “ Kebudayaan Mahenjo Daro dan Harappa “, dan karena terletak di sekitar Sungai Indus, maka disebut “ Kebudayaan Lembah Sungai Indus “
Sebelumnya para ahli sejarah berpandangan bahwa India memasuki zaman beradab sejak kedatangan bangsa Arya, namun pendapat tersebut dibantah oleh kenyataan hasil-hasil temuan purbakala lembah Sungai Indus tersebut. Berdasarkan hasil kajian para ahli sejarah dan purbakala, peradaban Lembah Sungai Indus dibangun oleh bangsa Dravida. Berbeda dengan bangsa Arya yang memiliki warna kulit putih bangsa Dravida umumnya berkulit hitam. Berdasarkan hasil penelitian terhadap benda-benda purbakala yang ditemukan di Mahenjo Daro dan Harappa, dapat diketahui bagaimana kepercayaan yang dianut bangsa Dravida, tata kota, sistem pertanian dan pengairan, ilmu pengetahuan dan teknologi , serta kemungkinan sistem pemerintahan yang berkembang pada saat itu. Akan tetapi, sangat disayangkan di tempat itu belum ditemukan sumber-sumber tertulis, yang bisa memperjelasgambaran sejarah peradaban tersebut.
Peradaban Lembah Sungai Indus memiliki kontribusi yang cukup besar dalam pembentukan kebudayaan Hindu di India. Ini terjadi lewat akulturasi budaya dengan kebudayaan bangsa Arya. Sebagai contoh ditemukannya patung mirip dewa Siwa yang dalam kepercayaan Hindu merupakandewa tertinggi, menunjukkan pengaruh kepercayaan bangsa Dravida terhadap Hindu.
Hasil – hasil peradaban Lembah Sungai Indus baik bersifat fisik maupun non fisik adalah sebagai berikut
a.Sistem Kepercayaan :
Berdasarkan hasil – hasil temuan berupa patung dewa, bisa dinyatakan bahwa bangsa Dravida menganut kepercayaan pemujaan terhadap banyak dewa atau dewi yang disebut Polytheisme. Salah satu patung yang sangat terkenal sebagaimana disebutkan di atas adalah patung yang mirip dewa Siwa.

b. Tata Kota
Tata kota di Mahenjo Daro dan Harappa sungguh mengagumkan untuk masa itu. Jalan-jalan dibuat lebar dan lurus serta bangunan rumah terbuat dari batu bata. Selain itu system sanitasi rumah sangat teratur dan rapi, karena hampir setiap rumah memiliki sumur, kamar mandi, dan selokan pembuangan air.. Di kanan kiri jalan dibangun saluran air dalam tanah untuk menampung air dari rumah-rumah. Pembangunan kota juga memperhatikan arah angin muson (Barat Daya - Timur Laut), sehingga arus angin dalam kota lancar. Selain itu, di tepi-tepi jalan raya disediakan saluran pembuangan air. Rupanya bangsa Dravida sudah sangat memperhatikan kebersihan kota.

c. Sistem Pertanian
Kondisi tanah yang subur dan terletak di lembah yang tenang memungkinkan bangsa Dravida mengembangkan suatu system pertanian yang teratur baik. Agaknya pada waktu itu bangsa Dravida sudah mengenal system pengairan untuk keperluan pertanian. Dengan demikian, maka kebutuhan air untuk bercocok tanam bisa dipenuhi setiap saat.

d. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Bangsa Dravida di Lembah Sungai Indus telah mampu menghasilkan bermacam-macam perkakas rumah tangga dan peralatan senjata, seperti panah, tombak, kapak, belati, lempengan tanah liat (terracotta). Peralatan-peralatan itu, ada yang terbuat dari logam ada pula yang dari batu. Selain peralatan , ditemukan pula perhiasan emas dan perak. Sebenarnya ditemukan pula di sana suatu tulisan dan huruf Piktograf, namun belum bisa terbaca hingga saat ini.

e. Sistem Pemerintahan
Bangsa Dravida rupanya telah mengembangkan suatu system pemerintahan yang teratur dan damai. Bangsa Dravida tidak suka berperang dengan bangsa lain.
Peradaban Lembah Sungai Indus sekarang ini sudah punah dan tinggal puing-puing reruntuhannya. Belum bisa dipastikan apa penyebabnya, namun bisa jadi beberapa factor saling berkaitan. Serangan bangsa Arya merupakan salah satu sebab runtuhnya peradaban Dravida tersebut. Namun demikian, factor-faktor bencana alam seperti banjir ataupun wabah penyakit bisa juga mempercepat hancurnya peradaban tersebut.



KERAJAAN KANJURUHAN


KERAJAAN KANJURUHAN



MAKALAH
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan 2
Semester 2 Tahun Ajaran 2010/2011

Disusun oleh
                                             Aef dolih                                   152009013                                               



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2011



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Jaman dahulu, ketika Pulau Jawa diperintah oleh raja-raja yang tersebar di daerah-daerah. Raja Purnawarman memerintah di Kerajaan Tarumanegara; Putri Sima memerintah di Kerajaan Holing, dan Raja Sanjaya memerintah di Kerajaan Mataram Kuna. Di Jawa Timur terdapat pula sebuah kerajaan yang aman dan makmur. Kerajaan itu berada di daerah Malang sekarang, diantara Sungai Brantas dan Sungai Metro, di dataran yang sekarang bernama Dinoyo, Merjosari, Tlogomas, dan Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru . Kerajaan itu bernama Kanjuruhan, yang bercorak Hindu.
Bagaimana Kerajaan Kanjuruhan itu bisa berada dan berdiri di lembah antara Sungai Brantas dan Sungai Metro di lereng sebelah timur Gunung Kawi, yang jauh dari jalur perdagangan pantai atau laut? Kita tentunya ingat bahwa pedalaman Pulau Jawa terkenal dengan daerah agraris, dan di daerah agraris semacam itulah muncul pusat-pusat aktivitas kelompok masyarakat yang berkembang menjadi pusat pemerintahan.
Dengan memahami Sejarah Kerajaan Kanjuruhan nantinya akan membeikan landasan yang kuat untuk mengenal kerajaan tersebut lebih, termasuk mampu memperkirakan kecenderungannya untuk masa kini dan masa yang akan akan datang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja sumber sejarah kerajaan Kanjuruhan?
2.      Bagaimana Pemerintahan di Kerajaan Kanjuruhan pada masa Gajayana?
3.      Bagaimana Kekuasaan Rakryan Kanuruhan ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang sumber sejarah kerajaan Kanjuruhan.
2.      Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang pemerintahan di Kerajaan Kanjuruhan pada masa Gajayana.
3.      Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang kekuasaan Rakryan Kanuruhan

BAB II
PEMBAHASAN
A.     Sumber Sejarah Kerajaan Kanjuruhan
Kerajaan Kanjuruhan adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Timur, yang pusatnya berada di dekat Kota Malang sekarang. Kanjuruhan diduga telah berdiri pada abad ke-8 Masehi (masih sezaman dengan Kerajaan Taruma di sekitar Bekasi dan Bogor sekarang). Bukti tertulis mengenai kerajaan ini adalah Prasasti Dinoyo. Rajanya yang terkenal adalah Gajayana. Peninggalan lainnya adalah Candi Badut dan Candi Wurung.
Jaman dahulu, ketika Pulau Jawa diperintah oleh raja-raja yang tersebar di daerah-daerah. Raja Purnawarman memerintah di Kerajaan Tarumanegara; Putri Sima memerintah di Kerajaan Holing, dan Raja Sanjaya memerintah di Kerajaan Mataram Kuna. Di Jawa Timur terdapat pula sebuah kerajaan yang aman dan makmur. Kerajaan itu berada di daerah Malang sekarang, diantara Sungai Brantas dan Sungai Metro, di dataran yang sekarang bernama Dinoyo, Merjosari, Tlogomas, dan Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru . Kerajaan itu bernama Kanjuruhan.
Bagaimana Kerajaan Kanjuruhan itu bisa berada dan berdiri di lembah antara Sungai Brantas dan Sungai Metro di lereng sebelah timur Gunung Kawi, yang jauh dari jalur perdagangan pantai atau laut? Kita tentunya ingat bahwa pedalaman Pulau Jawa terkenal dengan daerah agraris, dan di daerah agraris semacam itulah muncul pusat-pusat aktivitas kelompok masyarakat yang berkembang menjadi pusat pemerintahan. Rupa-rupanya sejak awal abad masehi, agama Hindu dan Budha yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia bagian barat dan tengah, pada sekitar abad ke VI dan VII M sampai pula di daerah pedalaman Jawa bagian timur, antara lain Malang. Karena Malang-lah kita mendapati bukti-bukti tertua tentang adanya aktivitas pemerintahan kerajaan yang bercorak Hindu di Jawa bagian timur.
Bukti itu adalah prasasti Dinoyo yang ditulis pada tahun 682 saka atau kalau dijadikan tahun masehi ditambah 78 tahun, sehingga bertepatan dengan tahun 760 M. Prasasti dibuat dari batu bertuliskan huruf kawi, berbahasa Sansekerta dan menyebutkan bahwa pada abad VIII M, ada kerajaan berpusat di Kanjuruhan. Sekarang disebut Desa Kejuron di bawah pemerintahan raja Dewa Simha yang berputera seorang laki-laki bernama Limwa.Limwa mempunyai seorang puteri. Uttejana yang menikah dengan Jananeya. Limwa menggantikan ayahnya dan berganti nama dengan Gajayana.
Dengan sekalian para pembesar negeri dan segenap rakyatnya, Raja Gajayana mendirikan tempat suci pemujaan yang sangat bagus guna memuliakan Resi Agastya. Sang raja juga menyuruh membuat arca sang Resi Agastya dari batu hitam yang sangat elok, sebagai pengganti arca Resi Agastya yang dibuat dari kayu. Peresmian arca ini dilakukan dalam tahun 760 itu, dan upacara dilakukan oleh pendeta-pendeta ahli weda. Pada kesempatan itu sang raja menghadiahkan tanah, lembu, budak laki-laki dan perempuan sebagai penjaga, juga segala keperluan untuk pendeta, seperti keperluan pemujaan, penyucian diri dan bangunan tempat peristirahatan para pengunjung.  
            Candi Badut dibangun pada abad VIII M, merupakan peninggalan dari masa pemerintahan kerajaan kanjuruhan yang berpusat di Dinoyo (barat laut malang). Masa pendirian bangunan dihubungkan dengan Prasasti Dinoyo 760 Masehi (682 Saka). Di dalam candi tersebut tidak terdapat Agastya melainkan sebuah lingga yang dianggap sebagai lambangnya Prasasti Dinoyo, mengingat adanya perkataan (putikecwara) dalam Prasasti Dinoyo itu, maka mungkin sekali lingga itu merupakan lambang Agastya yang memang selalu digambarkan seperti Ciwa dalam ujudnya sebagai Mahaguru.
B.     Masa Pemerintahan
Pada masa pemerintahan Raja Gajayana, Kerajaan Kanjuruhan berkembang pesat, baik pemerintahan, sosial, ekonomi maupun seni budayanya. Dibawah pemerintahan Raja Gajayana, rakyat merasa aman dan terlindungi. Kekuasaan kerajaan meliputi daerah lereng timur dan barat Gunung Kawi. Ke utara hingga pesisir laut Jawa. Keamanan negeri terjamin. Tidak ada peperangan. Jarang terjadi pencurian dan perampokan, karena raja selalu bertindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian rakyat hidup aman, tenteram, dan terhindar dari malapetaka. Raja Gajayana hanya mempunyai seorang putri, yang oleh ayahanda diberi nama Uttejana. Seorang putri kerajaan pewaris tahta Kerajaan Kanjuruhan. Ketika dewasa, ia dijodohkan dengan seorang pangeran dari Paradeh bernama Pangeran Jananeya. Akhirnya Pangeran Jananeya bersama Permaisuri Uttejana, memerintah kerajaan warisan ayahnya ketika sang Raja Gajayana mangkat. Seperti leluhur-leluhurnya, mereka berdua memerintah dengan penuh keadilan. Rakyat Kanjuruhan semakin mencintai rajanya Demikianlah, secara turun-temurun Kerajaan Kanjuruhan diperintah oleh raja-raja keturunan Raja Dewa Simha. Semua raja itu terkenal akan kebijaksanaannya, keadilan, serta kemurahan hatinya
Pada sekitar tahun 847 Masehi, Kerajaan Mataram Kuna di Jawa Tengah diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu. Raja ini terkenal adil dan bijaksana. Dibawah pemerintahannyalah Kerajaan Mataram berkembang pesat, kekuasaannya sangat besar. Ia disegani oleh raja-raja lain diseluruh Pulau Jawa. Keinginan untuk memperluas wilayah Kerajaan Mataram Kuna selalu terlaksana, baik melalui penaklukan maupun persahabatan. Kerajaan Mataram Kuna terkenal di seluruh Nusantara, bahkan sampai ke mancanegara. Wilayahnya luas, kekuasaannya besar, tentaranya kuat, dan penduduknya sangat banyak.
Perluasan Kerajaan Mataram Kuna itu sampai pula ke Pulau Jawa bagian timur. Tidak ada bukti atau tanda bahwa terjadi penaklukan dengan peperangan antara Kerajaan Mataram Kuna dengan Kerajaan Kanjuruhan. Ketika Kerajaan Mataram Kuna diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan menyumbangkan sebuah bangunan candi perwara (pengiring) di komplek Candi Prambanan yang dibangun oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan tahun 856 M (dulu bernama “Siwa Greha”). Candi pengiring (perwara) itu ditempatkan pada deretan sebelah timur, tepatnya di sudut tenggara. Kegiatan pembangunan semacam itu merupakan suatu kebiasaan bagi raja-raja daerah kepada pemerintah pusat. Maksudnya agar hubungan kerajaan pusat dan kerajaan di daerah selalu terjalin dan bertambah erat. Kerajaan Kanjuruhan saat itu praktis dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuna. Walaupun demikian Kerajaan Kanjuruhan tetap memerintah di daerahnya. Hanya setiap tahun harus melapor ke pemerintahan pusat. Di dalam struktur pemerintahan Kerajaan Mataram Kuna jaman Raja Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan lebih dikenal dengan sebutan Rakryan Kanuruhan, artinya “Penguasa daerah” di Kanuruhan. Kanuruhan sendiri rupa-rupanya perubahan bunyi dari Kanjuruhan. Karena sebagai raja daerah, maka kekuasaan seorang raja daerah tidak seluas ketika menjadi kerajaan yang berdiri sendiri seperti ketika didirikan oleh nenek moyangnya dulu. Kekuasaaan raja daerah di Kanuruhan dapat diketahui waktu itu adalah daerah lereng timur Gunung Kawi.




C.    Kekuasaan Rakryan Kanuruhan
Daerah kekuasaan Rakryan Kanuruhan watak Kanuruhan. Watak adalah suatu wilayah yang luas, yang membawahi berpuluh-puluh wanua (desa). Jadi mungkin daerah watak itu dapat ditentukan hampir sama setingkat kabupaten. Dengan demikian Watak Kanuruhan membawahi wanua-wanua (desa-desa) yang terhampar seluas lereng sebelah timur Gunung Kawi sampai lereng barat Pegunungan Tengger-Semeru ke selatan hingga pantai selatan Pulau Jawa.
Dari sekian data nama-nama desa (wanua) yang berada di wilayah (watak) Kanuruhan menurut sumber tertulis berupa prasasti yang ditemukan disekitar Malang adalah sebagai berikut :
1.      daerah Balingawan (sekarang Desa Mangliawan Kecamatan Pakis),
2.      daerah Turryan (sekarang Desa Turen Kecamatan Turen),
3.      daerah Tugaran (sekarang Dukuh Tegaron Kelurahan Lesanpuro),
4.      daerah Kabalon (sekarang Dukuh Kabalon Cemarakandang),daerah Panawijyan (sekarang Kelurahan Palowijen Kecamatan Blimbing),
5.      daerah Bunulrejo (yang dulu bukan bernama Desa Bunulrejo pada jaman Kerajaan Kanuruhan),
6.      dan daerah-daerah di sekitar Malang barat seperti : Wurandungan (sekarang Dukuh Kelandungan – Landungsari), Karuman, Merjosari, Dinoyo, Ketawanggede, yang di dalam beberapa prasasti disebut-sebut sebagai daerah tempat gugusan kahyangan (bangunan candi) di dalam wilayah/kota Kanuruhan.
          Demikianlah daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaan Rakryan Kanuruhan. Dapat dikatakan mulai dari daerah Landungsari (barat), Palowijen (utara), Pakis (timur), Turen (selatan). Keistimewaan pejabat Rakryan Kanuruhan ini disamping berkuasa di daerahnya sendiri, juga menduduki jabatan penting dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno sejak jaman Raja Balitung, yaitu sebagai pejabat yang mengurusi urusan administrasi kerajaan. Begitulah sekilas tentang Rakryan Kanuruhan. Penguasa di daerah tetapi dapat berperan di dalam struktur pemerintahan kerajaan pusat, yang tidak pernah dilakukan oleh pejabat (Rakyan) yang lainnya, dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno di masa lampau.



BAB III
KESIMPULAN

Kerajaan Kanjuruhan adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Timur, yang pusatnya berada di dekat Kota Malang sekarang. Kanjuruhan diduga telah berdiri pada abad ke-8 Masehi (masih sezaman dengan Kerajaan Taruma di sekitar Bekasi dan Bogor sekarang). Bukti tertulis mengenai kerajaan ini adalah Prasasti Dinoyo. Rajanya yang terkenal adalah Gajayana. Peninggalan lainnya adalah Candi Badut dan Candi Wurung.
Pada masa pemerintahan Raja Gajayana, Kerajaan Kanjuruhan berkembang pesat, baik pemerintahan, sosial, ekonomi maupun seni budayanya. Dibawah pemerintahan Raja Gajayana, rakyat merasa aman dan terlindungi. Pada sekitar tahun 847 Masehi, Kerajaan Mataram Kuna di Jawa Tengah diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu. Dibawah pemerintahannyalah Kerajaan Mataram berkembang pesat, kekuasaannya sangat besar. Perluasan Kerajaan Mataram Kuna itu sampai pula ke Pulau Jawa bagian timur. Kerajaan Kanjuruhan saat itu praktis dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuna.
 Di dalam struktur pemerintahan Kerajaan Mataram Kuna jaman Raja Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan lebih dikenal dengan sebutan Rakryan Kanuruhan, artinya “Penguasa daerah” di Kanuruhan. Keistimewaan pejabat Rakryan Kanuruhan ini disamping berkuasa di daerahnya sendiri, juga menduduki jabatan penting dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno sejak jaman Raja Balitung, yaitu sebagai pejabat yang mengurusi urusan administrasi kerajaan.










DAFTAR PUSTAKA
Soekmono, R. 1984. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid  2 . Yogyakarta:
           Kanisius.
Tri Widiarto dan Ester Arianti. 2007 . Masa Pengaruh Hindu Budha di Indonesia . Salatiga:
           Widya Sari Press.























Sejarah Eropa jilid 2


Para Penerus Augustus sampai dengan tahun 180 M.
Empat kaisar sesudah Augustus sesungguhnya tidak sesuai untuk memangku jabatan setinggi itu, Tiberius memerintah dari tahun 14 hingga 37 M, yang merupakan baik anak tiri maupun anak menantu Augustus, pada akhir hidupnya melarikan diri ke pulau Capri untuk mengungsi dari Roma dan dari musuh-musuhnya yang senantiasa membuat dirinya bingung. Caligula (37-41 M), yang merupakan cucu kemenakan Tiberius,menjadi gila dan akhirnya dibunuh. Claudius (41-54 M), paman Caligula, secara fatal mati karena diracun oleh istrinya sendiri. Istrinya ini sangat ambisius dan bersengkokol untuk merebut mahkota kerajaan guna ia serahkan kepada Nero, anaknya dari hasil perkawinannya sebelum ia kawin dengan Claudius. Nero (54-68 M), yang membunuh ibunya maupun istrinya sendiri, adalah kaisar yang bernasib paling buruk. Negara menyediakan tempat-tempat pertunjukan “ sirkus” yang gratis yang sering dalam bentuk pacuan kereta perang dan perkelahian para Gladiator. Di dalam kontes di Colosseum, di mana para gladiator itu sering tewas, menunjukkan suatu kebrutalan, yang merupakan sisi yang tak berperasaan dalam jiwa orang Roma.
Keruntuhan Roma
Kaisar-Kaisar yang Tak Berhasil (180-284 M)
Dengan meninggalnya Marcus Aurelius pada tahun 180M, Pax Romana dan abad-abad penuh dengan karya-karya agung dalam peradaban Romawi berakhir. Penganut Stoa yang agung itu meninggalkan prinsip-prinsip adopsi dan mengijinkan anaknya yang sesungguhnya, Commodus (180-193), untuk menggantikannya. Kekacauan, korupsi, dan pertumpahan darah pada masa-masa pemerintahan Cligula, Claudius, dan Nero muncul kembali. Commodus juga kaisar-kaisar lemah. Akibat kelemahan para kaisar ini adalah munculnya zaman anarkhi militer (235-284), digerakkan oleh militer karena faksi-faksi dalam angkatan brsenjata saling bertikai sendiri atas kesewenang-wenangan para kaisar. Pada separuh abad setelah tahun 235, secara bergantian Roma diperintah oleh hampir dua lusin kaisar, dan hanya satu diantaranya yang meninggal secara wajar. Terpikat untuk masuk politik dan mencari uang, tentara mengabaikan tugas wajibnya dalam melindungi kekaisaran. Pertahanan di sepanjang perbatasan Rhine-Danube mengalami kemerosotan. Kekaisaran Romawi yang telah bangkit kembali mulai mengancam daerah-daerah dominion Roma.
Reformasi Diocletianus dan Penerus-penerusnya.
Kaisar Diocletianus (284-305 M), seorang veteran tentara. Ia memulai serangkaian reformasi secara drastis yang akhirnya mentransformasikan Kekaisaran menjadi suatu otokrasi yang tersentralisir mirip prinsip-prinsip Oriental tradisional. Reformasi ini diteruskan Galerius ajudan Diocletianus tahun 293-305 M dan menjadi kaisar dari 305-311 M, serta di bawah musuh dan kaisar Galerius yakni Constatine yang termashyur ( 306-337). Sepanjang periode ini di warnai kekacauan dan tidak jelas kebijakan yang harus bertalian dengan Diocletianus yang harus dihubungkan dengan Galerius atau Constantine (306-337 M).Diocletianus dan para penerusnya meninggalkan rasa hormat seperti yang diperlihatkan oleh Augustus dan kaisar lainnya pada awal kekaisaran. Mereka menghancurkan keseimbangan antara sentralisasi dan desentralisasi, kekaisaran dan civitas, menghapus hak-hak otonomi yang ada pada “civitates”, dan memeberikan kekuasaan absolute kepada para gubernur atas urusan-urusan local. Gubernur itu, dengan kesatuan-kesatuan territorial yang lebih kompak.
Diocletianus memindahkan ibukota kekaisaran belahan barat dari Roma ke Milan. Peranan kota Roma manjadi berkurang. Constatine menetapkan ibukota kekaisaran Romawi belahan timur di Byzantium, yang kemudian ia ubah namanya menjadi Konstantinopel. Pembagian kekaisaran Romawi ke dalam dua bagian ini merupakan suatu peristiwa yang penting. Pembagian secara politis ini sejajar dengan pembagian secara linguistis, mereka yang tinggal di belahan barat berbahasa Latin, yang di timur berbahasa Yunani. Tindakan Diocletianus ini jelas membuat adanya dua kebudayaan yang berbeda dan menggerogoti kesatuan bangsa Romawi. Ini nantinya menimbulkan divergensi antara peradaban Eropa barat dan selatan lebih condong ke Romawi dan peradaban Greco Oriental yang tersebar di Russia dan daerah Balkan.
Untuk menjamin ketangguhan para prajurit yang akan direkruit ke dalam angkatan bersenjata, Diocletianus mengandalkan pada orang-orang Jerman dan tentara sewaan asing lainnya. Dia tidak merekruit para warga Negara untuk menjadi tentara. Diocletianus meminjam kemegahan dan keagungan gaya Persia, di mana sang raja didudukkan sebagai seorang dewa. Ia menyepuh paku dan emas yang telah dipoles untuk membuat barang-barang yang bergelantungan ditubuhnya lebih mempesona. Hal ini untuk menunjukkan identitasnya dengan matahari dan langit. Para pejabat pemerintahan memperoleh gelar-gelar keagamaan yang tinggi : pejabat keuangan kini bergelar “ count of the sacred largesses” (pangeran yang mendapat anugerah suci dan dewan Negara (dewan imperial) menjadi “consistory (dewan) suci”. Dengan sia-sia Diocletianus mencoba menyelamatkan kondisi keuangan pemerintahannya dari kebangkrutan. Usaha-usaha Diocletianus untuk mengendalikan inflasi dengan cara memaksakan kontrolnya atas harga menyebabkan timbulnya pasar gelap dan kerusuhan-kerusuhan dikalangan para pemilik took dan pembeli. Diocleatianus dan para penerusnya cenderung menegakkan suatu sistem kasta. Seseorang boleh jadi melakukan pekerjaan yang sama sepanjang hidupnya.
Dari waktu atau masa pemerintahan Diocletianus dan Constantine hingga lenyapnya kekuasaan Romawi barat secara penuh pada tahun 476 M, secara bertahap muncul dua lembaga atau institusi yang mengambil alih kendali atas Mediterania barat. Kekuasaan-kekuasaan baru ini adalah, pertama, Gereja Kristen, dan kedua, suku-suku Jerman yang mengorganisir suatu kerajaan yang mengganti kekaisaran Romawi barat.
Mengapa Roma Mengalami Kemunduran
Dalam kemiliteran, kemunduran mulai Nampak selama abad ketiga dengan terjadinya regenerasi legion ke dalam kelompok-kelompok penekan politik dan ekonomi. Dalam bidang pilitik, kemunduran mulai Nampak dengan ditinggalkannya sistem adopsi pada tahun 180 dan berlanjut dengan anarkhi militer serta pemaksaan cara-cara sentralisasi Oriental. Pada masa pemerintahan Diocletianus, perekonomian dan masyarakat Roma tengah menunjukkan gejala-gejala kemunduran yang serius. Krisis sosial dan ekonomi Kekaisaran Romawi dalam hal-hal tertentu merupakan akibat dari kekacauan anarkhi militer, menurunnya pertumbuhan penduduk berarti jumlah penduduk berkurang  sehingga jumlah pembayar pajak sedikit. Faktor-faktor moral, spiritual, dan psikologis juga ikut ambil bagian dalam kemunduran Romawi. Perdebatan mengenai peranan agama Kristen barangkali hanya merupakan salah satu contoh.
Edward Gibbon  menulis sebuah karya terkenal dengan judul “History of the Decline and Fall of the Roman Empire. Di dalam karyanya ini ia mengusulkan atau mengajukan suatu pendapat bahwa agama Kristen benar-benar merupakan unsur yang busuk dalam tragedi Romawi, bahwa agama Kristen telah menghancurkan semangat warga Negara Romawi. Pendapat ini mendorong perhatian mereka lebih kepada masalah kehidupan sesudah mati daripada mengenai masalah-masalah pajak, kemiliteran, dan tugas-tugas lain yang bersifat keduniawian. Para pembela agama Kristen berpendapat bahwa Kekaisaran Romawi jatuh bukan karena terlalu Kristen, tetapi karena belum cukup Kristen.
Seorang sejarawan terkemuka pada awal abad dua puluh. Rostovtsev berpendapat bahwa Roma betul-betul telah runtuh ketika massa rakyat yang serba kekurangan itu menuntut suatu standar hidup yang tinggi dan kebudayaan kosmopolitan yang telah dinikmati oleh keras yang berkuasa. Para kritikus teori Rostovtsev menunjukkan bahwa teori-teori sejarawan Rusia itu sangat dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di negerinya, di mana rezim tsarist akan mengalami keruntuhan sebelum kaum komunis tampil sebagai pemenang dalam revolusi 1917. Dalam kesusasteraan dan kesenian lainnya, dalam abad-abad sebelumnya, yakni pada Zaman Emas dan Perak, seperti yang dialami oleh bangsa Mesir. Para penulis sadar bahwa mereka tidak lagi hidup dalam “ masa-masa kejayaan “ di bawah Pax Romana.
Memang sulit untuk mengatakan bahwa kemunduran Roma antara lain karena faktor-faktor spiritual dan psikologis. Dari ketidaktentuan ini kita bisa menarik dua pelajaran. Pertama, selama ada sejarawan, selama itu pula ada perdebatan tentang pertanyaan yang begitu besar sebagai eksplanasi atas kemunduran Roma. Kedua, dalam menjelaskan suatu perkembangan yang rumit dan berlarut-larut seperti proses keruntuhan Romawi, tidak akan pernah timbul jawaban sederhana, atau seandainya ada tak akan pernah memuaskan.