Kamis, 05 Januari 2012

PENDIDIKAN MASA KOLONIAL



Hari ini lagi baca-baca buku mengenai pendidikan ada bebrapa hal yang menarik dalam buku yang gue baca ini salah satunya adalah pendidikan pada masa kolonial. Pendidikan kolonial berawal dari kedatangan bangsa portugis ke Nusantara, yaitu Maluku, dengan mengemban missi 3G (glory, gold, gospel). Orang-orang Portugis datang ke Indonesia dengan membawa paderi-paderi yang bertugas menyebarkan agama mereka, Katholik Roma. Langkah pertama yang mereka lakukan untuk menyebarkan agama adalah dengan melakukan pembabtisan kepada penduduk setempat setelah itu mereka memberikan pendidikan kepada mereka agar agama baru yang dipeluk itu dapat diresapi dan didalami. Didirikan juga sekolah seminari untuk anak-anak dari para bangsawan dan pemuka masyarakat( tentu ini ada maunya kalo mau mengambil hati dari suatu kelompok cukup ambil ketuanya saja, toh yang lain pasti idem – idem aja ). Selain pelajaran agama diajarkan pula pelajaran menulis, membaca dan berhitung.
Setelah VOC menguasai nusantara pendidikan portugis yang beraliran Khatolik-Roma digantikan dengan aliran Kristen-Protestan oleh Belanda. Berbeda dengan kebijakan pendidikan yang ada di belanda yang memberwewenang penuh pendidikan kepada gereja, VOC yang diberi wewenang penuh dalam mengatur daerah kekuasaannya tidak memberikan penanganan pendidikan kepada gereja. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran walupun masih tetap dilakukan oleh kalangan agama tetapi mereka adalah pegawai-pegawai VOC. Pendidikan VOC diselenggarakan selain karena kebutuhan orang-orang Belanda akan pendidikan juga karena kebutuhan VOC akan tenaga kerja pembantu pribumi yang murah( tu kana da maunya). Untuk dapat melaksanakan tugasnya, mereka perlu diberi pendidikan sekedarnya. VOC selain mengambil alih sekolah-sekolah milik Portugis juga mendirikan sekolah sendiri. Beberapa sekolah milik VOC anatara lain Batavische school, sekolah lati, seminarium theologicum, dan academie der Marine.
Setelah VOC mengalami kebangkrutan maka Indonesia langsung berada di bawah kekuasaan kerajaan Belanda. Saat itu di Eropa muncul aliran baru, yaitu Aufklarung. Menurut aliran itu pendidikan harus dipisahkan dari gereja. Belanda menerapkan aliran itu ke Indonesia. Pendidikan tidak lagi memihak suatu agama, persekolahan diarahkan untuk membentuk suatu golongan elite social yang digunakan sebagai alat supermasi politik dan ekonomi belanda. Tujuan pendidikan masa Hindia Belanda adalah memenuhi kebutuhan tenaga kerja dan buruh bagi Belanda. Belanda membatasi pendidikan hanya untuk kalangan bangsawan pribumi. Baru setelah dicetuskannya politik etis, Belanda mulai mendirikan sekolah-sekolah barat untuk kalangan pribumi. Pendidikan yang disediakan oleh belanda hanya sekedar belajar membaca, menulis dan berhitung. Setelah lulus dari sekolah mereka hanya bekerja sebagai pegawai kelas rendah bagi kantor-kantor belanda (yah Cuma kelas rendah).
SISTEM PERSEKOLAHAN
Secara umum sistem pendidikan khususnya sistem persekolahan didasarkan kepada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan (kelas) social yang ada dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku waktu itu.
Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs). Pada hakikatnya pendidikan dasar untuk tingkatan sekolah dasar mempergunakan sistem pokok yaitu: Sekolah rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
1)      Sekolah rendah Eropa, yaitu ELS (Europese Lagere school), yaitu sekolah rendah untuk anak-anak keturunan Eropa atau anak-anak turunan Timur asing atau Bumi putradari tokoh-tokoh terkemuka. Lamanya sekolah tujuh tahun 1818.
2)      Sekolah Cina Belanda, yaitu HCS (Hollands Chinese school), suatu sekolah rendahuntuk anak-anak keturunan tmur asing, khususnya keturunan Cina. Pertama didirikanpada tahun 1908 lama sekolah tujuh tahun.
3)      Sekolah Bumi putra Belanda HIS (Hollands inlandse school), yaitu sekolah rendah untuk golongan penduduk Indonesia asli. Pada umumnya disediakan untuk anak-anak golongan bangsawan, tokoh-tokoh terkemuka atau pegawai negeri. Lamanya sekolah tujuh tahun dan pertama didirikan pada tahun 1914.
Sekolah rendah dengan bahasa pengantar bahasa daerah:
a.       Sekolah Bumi Putra kelas II (Tweede klasee). Sekolah ini disediakan untuk golonagan bumi putra. Lamaya sekolah tujuh tahun, pertama didirikan tahun 1892.
b.      Sekolah Desa (Volksschool). Disediakan bagi anak-anak golongan bumi putra. Lamanya sekolah tiga tahun yang pertama kali didirikan pada tahun 1907.
c.       Sekolah Lanjutan (Vorvolgschool). Lamanya dua tahun merupakn kelanjutan dari sekolah desa, juga diperuntukan bagi anak-anak golongan bumi putra. Pertama kali didirikan pada tahun 1914.
d.      Sekolah Peralihan (Schakelschool). Merupakan sekolah peralihan dari sekolah desa (tiga tahun) kesekolah dasar denganbahasa pengantar bahasa Belanda. Lama belajarnya lima tahun dan diperuntukan bagianak-anak golongan bumi putra.
Disamping sekolah dasar tersebut diatas masih terdapat sekolah khusus untuk orang Ambon seperti Ambonsche Burgerschool yang pada tahun1922 dijadikan HIS. Untuk anak dari golongan bangsawan disediakan sekolah dasar khusus yang disebut sekolah Raja (Hoofdensschool). Sekolah Raja merupakan sekolah yang dipandang tinggi oleh rakyat Sumatera Barat. Semua murid memakai pakaian yang rapi dengan dasi. Murid Sekolah itu dipandang tinggi kedudukannya oleh masyarakat, apalagi kalau sudah memegang suatu jabatan pada pemerintahan. Murid itu memperlihatkan tingkah laku yang berbeda, mereka menganggap dirinya orang yang mulia di tengah masyarakat. Murid sekolah tersebut membentuk kelompok sendiri dalam masyarakat. Mereka memisahkan diri dari pergaulan masyarakat yang mereka anggap orang rendah yang tidak setaraf dengan mereka.
Sekolah ini mula-mula didirikan di Tondano pada tahun 1865 dan 1872, tetapi kemudian diintegrasi ke ELS atau HIS.
Pendidikan lanjutan = Pendidikan Menengah:
1. MULO (Meer Uit gebreid lager school), sekolah tersebut adalah kelanjutan dari sekolah dasar yang berbasa pengantar bahasa Belanda. Lama belajarnya tiga sampai empat tahun. Yang pertama didirikan pada tahun 1914 dan diperuntukan bagi golongan bumi putra dan timur asing. Sejak zaman jepang hingga sampai sekarang bernama SMP. Sebenarnya sejak tahun 1903 telah didirikan kursus MULO untuk anak-anak Belanda, lamanya dua tahun.
 2. AMS (Algemene Middelbare School) adalah sekolah menengah umum kelanjutan dari MULO berbahasa belanda dan diperuntukan golongan bumi putra dan Timur asing. Lama belajarnya tiga tahun dan yang petama didirikan tahun 1915. AMS ini terdiri dari dua jurusan (afdeling= bagian), Bagian A (pengetahuan kebudayaan) dan Bagian B (pengetahuan alam ) pada zaman jepang disebut sekolah menengah tinggi, dan sejak kemerdekaan disebut SMA.
3. HBS (Hoobere Burger School) atau sekolah warga Negara tinggi adalah sekolah menengeh kelanjutan dari ELS yang disediakan untuk golongan Eropa, bangsawan golongan bumi putra atau tokoh-tokoh terkemuka. Bahasa pengantarnya adalah bahasa belanda dan berorentasi ke Eropa Barat, khususnyairikan pada belanda. Lama sekolahnya tiga tahun dan lima tahun. Didirikan pada tahun 1860
4. Pendidikan Kejuruan (vokonderwijs )Sebagai pelaksanaan politik etika pemerintah belanda banyak mencurahkan perhatianpada pendidikan kejuruan.
memperlihatkan diri dengan nyata.

PENDIDKAN AGAMA
Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda sendiri dimana lembaga pendidikan dikelola secara bebas oleh organisasi-organisasi keagamaan, maka selama abad ke-17 hingga 18 M, bidang pendidikan di Indonesia harus berada dalam pengawasan dan kontrol ketat VOC. Jadi, sekalipun penyelenggaraan pendidikan tetap dilakukan oleh kalangan agama (gereja), tetapi mereka adalah berstatus sebagai pegawai VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan gaji. Dari sini dapat dipahami, bahwa pendidikan yang ada ketika itu bercorak keagamaan (Kristen Protestan). Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Pendidikan Dasar
2. Sekolah Latin
3. Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
4. Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
5. Sekolah Cina
6. Pendidikan Islam
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi atau mengaturnya.
Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami kebangkrutan, kekuasaan Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah kerajaan Belanda langsung. Pada masa ini, pendidikan mulai memperoleh perhatian relatif maju dari sebelumnya.
MUNCULNYA POLITIK ETIS
Pada tahun 1901 muncullah apa yang disebut dengan politik ETIS yakni politik balas budi bangsa Belanda kepada Indonesia. Pencetus politik ini adalah Van Deventer, yang kemudian politik ini dikenal juga dengan Trilogi Van Deventer. Secara umum isi dari politik ETIS ini ada tiga macam yaitu,
·      Education (pendidikan),
·      Imigrasi (perpindahan penduduk) dan
·      Irigasi (pengairan). Yang akan dikupas adalah mengenai education atau pendidikan.
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai berikut:
1)      Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS), dan sekolah peralihan.
2)      Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan.
3)      Pendidikan tinggi.
Dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan islam pada zaman kolonial Belanda tidak mendapat rintangan, hal ini ditandai dengan bermunculanya lembaga-lembaga pendidikan yang semuanya berjalan dengan lancar walaupun terlihat abiturienya tidak bisa diterima oleh mereka dan yakin kalau kesadaran dari pihak islam telah timbul untuk tidak bekerja pada belanda yang telah menjadi perintang kemajuan bangsa. Kenyataan seperti ini sayang msih berlaku sampai sekarang sehingga orang-orang islam kurang berperan dalam pemerintahan. Hal ini tentu penyebabnya adalah melemahnya kekuatan politik islam walaupun islam di indonesia mencapai jumlah yang sangat banyak.
PENGARUH ZAMAN VOC
Tugas utama VOC hanyalah dalam usaha dagang, masalah pendidikan daerah luar pulau Jawa kurang mendapat perhatian mereka. Tercatat pada tahun 1779 murid-murid VOC di pantai barat pulau Sumatera hanya sebanyak 37 orang saja.1). Sesudah itu tidak ada berita lagi mengenai pendidikan VOC itu di Sumatera Barat.
Tiga puluh tujuh orang murid yang terdapat pada tahun 1779 di pantai Barat Sumatera menunjukkan kurangnya perhatian mereka terhadap bidang pendidikan, karena jauh sebelumnya mereka juga berkuasa di daerah ini. Selama satu abad berkuasa di daerah itu hanya mempunyai murid sebanyak 37 orang, merupakan suatu pekerjaan yang sebetulnya dihadapi tidak dengan sungguh-sungguh dan memang pokok perhatian VOC pada waktu itu hanya kepada perdagangan.
PENDIDIKAN BELANDA PADA ABAD KE-19
Perusahaan dagang Belanda yang bernama Verenigde Oosf lndische Compagnie (VOC), pada tanggal 1 Januari 1800 terpaksa dibubarkan oleh Pemerintah Belanda. Semenjak itu seluruh daerah Indonesia menjadi tanah jajahan Kerajaan Belanda yang diurus oleh suatu badan yang bernama Aziatische Road. Seluruh kekayaan perusahaan VOC dan seluruh hutang piutangnya jatuh ketangan Kerajaan Belanda yang pada saat itu masih berstatus sebagai Bataafsche Republik yang tunduk kepada Perancis. Pemerintahan Kerajaan Belanda mengirim Mr. Herman Daendels ke Indonesia sebagai Gubemur Jendral yang baru pada tahun 1808.
Daendels yang terkenal cakap, berusaha mengatur pertahanan Indonesia dengan tangan besi. Tetapi bagaimanapun dia berusaha tidak dapat menahan serbuan Inggris yang pada saat itu merupakan suatu negara yang kuat di dunia. Pertahanan yang telah diatur Daendels dengan sudah dapat dipatahkan oleh Inggeris, sehingga Inggeris mulai tahun 1811 berkuasa selama lima tahun. Indonesia beralih menjadi jajahan Inggeris, di bawah pengawasan Lord Minto, yaitu Gubernur Jendral Inggeris untuk jajahannya di Asia Selatan-Tenggara yang berkedudukan di Kalkuta.
Raffles sebagai Wakil Gubernur Jendral Inggeris dengan pangkat Letnan Jenderal yang berkedudukan di Batavia menjadi penguasa di Indonesia sampai tahun 1816. Tetapi karena perkembangan politik di Eropa yang masih belum stabil, maka tanggal 12 Maret 1816 Indonesia diserahkan kembali kepada Belanda oleh John Fendall yang menggantikan Raffles. Sama halnya dengan daerah-daerah lain yang sudah dikuasai oleh Belanda, maka di Sumatera Barat mulai disusun administrasi pemerintahan. Dalam melengkapi tenaga yang cakap menjalankan roda pemerintahan, Belanda mulai mendirikan lembaga pendidikan untuk mendidik tenaga untuk mengerjakan kepentingan Pemerintah Hindia Belanda.
Belanda berpendapat untuk memajukan pemerintahan, tenaga bumi putera yang diangkat menjadi kepala pemerintahan berdasarkan keturunan dan kharismasi seperti "Regent", tidak dapat lagi dipertahankan dan harus segera diganti dengan tenaga yang cakap dan dididik khusus untuk itu. Oleh karena itu, Belanda merasa perlu untuk mendirikan lembaga pendidikan di Indonesia khususnya Sumatera Barat.
Tujuan mendirikan lembaga pendidikan oleh Belanda terutama bukan untuk kepentingan orang Indonesia, tetapi sesungguhnya adalah untuk kepentingan mereka, yaitu untuk mengisi jabatan rendah dalam pemerintahan dan untuk mengisi tenaga pada perusahaan swasta Belanda. Belanda mengeluarkan peraturan bahwa yang akan diangkat menjadi pegawai pemerintah maupun kepala daerah setempat seperti Kepala Nagari, harus memenuhi syarat pendidikan menurut ukuran Barat, terutama untuk menjadi Kepala pemerintahan di nagari. Untuk perusahaan yang bergerak di bidang pertanian (onderneming), pertambangan, dan pabrik diperlukan tenaga terdidik yang cakap tetapi murah. Dengan demikian lembaga pendidikan yang pertama-tama didirikan untuk orang Indonesia adalah lembaga pendidikan rendah.
Hal tersebut sesuai dengan landasan idial pendidikan pada zaman Hindia Belanda yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Pemerintah berusaha untuk tidak memihak kepada salah satu agama tertentu.
2.      Pendidikan tidak diusahakan untuk dapat hidup selaras dengan lingkungan, tetapi supaya anak didik di kelak kemudian hari dapat mencari penghidupan atau pekerjaan demi untuk kepentingan pemerintah.
3.      Sistem persekolahan disusun menurut perbedaan lapisan sosial yang ada dalam masyarakat Indonesia, khususnya di pulau Jawa.
4.      Pada umumnya pendidikan diarahkan untuk membentuk suatu golongan elite sosial agar dapat dipakai sebagai alat bagi kepentingan atau keperluan supremasi politik dan ekonomi Belanda di Indonesia.
Berdasarkan tujuan itu mereka mendirikan lembaga pendidikan, yang dapat diterima di sekolah adalah anak golongan tertentu saja, misalnya pemimpin masyarakat atau tokoh terkenal yang disenangi Belanda. Yang dapat diterima di sekolah Belanda adalah anak dari orang yang diharapkan Belanda mau bekerja sama untuk kepentingan Belanda. Keadaan itu mendorong timbulnya sekolah swasta yang didirikan orang yang kurang menyukai Belanda itu, seperti golongan Islam. Mereka  membuka  sekolah  swasta sebagai reaksi terhadap tindakan Belanda di bidang persekolahan.
Landasan pendidikan di Sumatera Barat semasa pemerintahan Hindia Belanda tidak berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Sekolah yang pertama terdapat di Sumatera Barat terletak di kota Padang yang didirikan pada tahun 1856, yaitu "Gouvernment lnlansche School" atau Sekolah Kelas Dua. Sistem tingkatan sekolah ini berbeda dengan sistem sekolah sekarang. Pada waktu itu murid Sekolah Kelas Dua diterima pada kelas V yaitu kelas tertinggi menurut ukuran sekarang. Pada waktu itu kelas V itulah yang merupakan kelas yang terendah, murid yang naik kelas akan memasuki nomor kelas yang makin rendah atau menurun, yaitu naik ke kelas IV, III, II, dan I. Tiga tahun kemudian Belanda mendirikan pula sekolah di Bukittinggi yang bernama Kweekschool atau lebih dikenal dengan nama "Sekolah Raja" di Sumatera Barat pada waktu itu, karena itulah satu-satunya sekolah yang tertinggi. Anak-anak yang diterima adalah anak dari orang terpandang, seperti Kepala Nagari, Laras (suatu jabatan yang kira-kira sama dengan Regent atau Camat sekarang), atau anak dari pegawai-pegawai Belanda. Anak rakyat biasa tidak akan dapat masuk sekolah ini, walaupun tinggi tingkat kecerdasannya.
Sekolah Raja merupakan sekolah yang dipandang tinggi oleh rakyat Sumatera Barat. Semua murid memakai pakaian yang rapi dengan dasi. Murid Sekolah itu dipandang tinggi kedudukannya oleh masyarakat, apalagi kalau sudah memegang suatu jabatan pada pemerintahan. Murid itu memperlihatkan tingkah laku yang berbeda, mereka menganggap dirinya orang yang mulia di tengah masyarakat. Murid sekolah tersebut membentuk kelompok sendiri dalam masyarakat. Mereka memisahkan diri dari pergaulan masyarakat yang mereka anggap orang rendah yang tidak setaraf dengan mereka. Belanda berhasil menanamkan suatu rasa yang merupakan bibit perpecahan dalam masyarakat, yang kemudian memperlihatkan diri dengan nyata.
Didirikannya Sekolah Raja adalah untuk mendidik guru, tamatan sekolah itu akan ditugaskan menjadi guru pada sekolah yang dibuka Belanda kemudian di Sumatera Barat, tenaga guru Belanda kurang untuk memenuhi jumlah sekolah. Untuk menampung pembukaan sekolah pemerintah Belanda mempersiapkan guru lebih dahulu.
Sewaktu bahasa Belanda sudah merupakan bahasa Wajib di Sekolah Raja, sekolah lain yang lebih rendah tingkatannya sudah banyak didirikan oleh Belanda seperti sekolah : Valksschool, Vervolgschool, Sekolah Kelas Satu, dan beberapa sekolah kejuruan Indonesia. Pada mulanya masukan Sekolah Raja dapat diterima dari Vervolg School, tetapi semenjak awal abad ke-20 yang dapat diterima masuk Sekolah Raja hanya murid yang berasal dari tamatan Sekolah Kelas Satu. Dengan bertambah tingginya mutu masukan Sekolah Raja itu, bertambah tinggi pula pandangan masyarakat. Terhadap sekolah yang lebih rendah tingkatannya, sudah tinggi pandangan masyarakat, apalagi terhadap Sekolah Raja.
Tamatan Sekolah Raja tidak kalah pintar dari bangsa Belanda, semua tugas yang diberikan kepada mereka dapat diselesaikan dengan baik. Keadaan itu menimbulkan rasa harga diri mereka, menimbulkan kesadaran dan menghapus perasaan rendah diri. Di bidang administrasi pemerintahan hasil kerja orang Sumatera Barat lebih baik dari orang Belanda.
Akibat sampingan dari dibukanya sekolah oleh Belanda adalah munculnya golongan terpelajar dengan hati dan mata yang telah terbuka melihat kepincangan yang dijalankan pemerintah Hindia Belanda selama ini di Indonesia. Mereka dapat melihat kemelaratan masyarakat Sumatera Barat pada umumnya dan menumbuhkan cara berfikir yang kritis. Timbul daya kritik yang tajam terhadap pemerintah Belanda di Sumatera Barat mengenai adanya kemiskinan dan kesengsaraan hidup masyarakat Sumatera Barat yang oleh Belanda selama ini didiamkan saja. Daya kritis itu mereka lontarkan pada bangsa asing yang sedang berkuasa dan terhadap pelaksanaan adat Minangkabau yang dilakukan oleh para pemimpin adat. Walaupun mereka sudah merupakan orang terdidik, tetapi dalam struktur adat Minangkabau mereka hanya tergolong kepada anak kemenakan yang harus patuh kepada mamaknya yang belum mendapat pendidikan Barat.
Pengaruh lain adalah timbulnya kegairahan untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi, karena dengan ilmu yang mereka dapat di sekolah yang masih rendah saja sudah mendatangkan manfaat pada mereka, apalagi kalau dapat menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Keinginan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi bertambah besar, kalau perlu keluar daerah Sumatera Barat seperti ke Jawa atau keluar negeri sekalipun. Ongkos pendidikan sudah cukup dan gaji yang mereka terima, sedangkan beberapa fasilitas lain akan diperoleh, karena mereka adalah pegawai pemerintah Hindia Belanda.
Tujuan Belanda pada mulanya mendirikan sekolah hanyalah untuk memantapkan administrasi pemerintahan yang memerlukan tenaga terdidik. Kepada mereka juga diharapkan untuk menjadi golongan yang akan muncul menentang adat Minangkabau dan kekuatan golongan agama Islam dalam masyarakat Sumatera Barat yang telah merupakan suatu kekuatan yang menghalangi maksud Belanda menanamkan kekuasaan. Mereka dipersiapkan dengan pendidikan Barat yang bertentangan dengan hidup golongan adat dan kaum agama di Sumatera Barat. Tetapi kenyataannya, mereka mulai dapat melihat keburukan Belanda dan kesengsaraan hidup bangsanya.
Pada saat itu mereka terpaksa diam saja, karena mereka belum merupakan golongan yang kuat yang dapat meruntuhkan kekuasaan Belanda yang telah tertanam kuat di Sumatera Barat. Pada lahirnya mereka merupakan petugas pemerintah Belanda, tetapi pada batinnya mereka merupakan embrio kekuatan baru yang pada saatnya muncul menjadi pelopor dalam perjuangan. Pada akhir abad ke-19 sudah terlihat munculnya embrio pelopor kemerdekaan yang berasal dari anak asuhan Belanda.











Daftar Pustaka
Mukhsis Dt. Bandaro Basa, Perkembangan Pendidikan di Sumatera Barat. Jakarta: Balai           Pustaka.
Sumarsono  Mestoko  dkk.,   Pendidikan  di   Indonesia  dari  Zaman  ke  Zaman,           Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan  Kebudayaa. Jakarta: Rajawali Pres.

Sumber Internet:

http://pakguruonline.pendidikan.net/sjh_pdd_sumbar_bab2.html, Sabtu 5 November 2011
http://zafar14.wordpress.com/tag/pendidikan-di-indonesia-pada-masa-penjajahan-belanda/,           Rabu 9 November 2011
http://www.slideshare.net/anannur/pendidikan-di-indonesia-pada-masa-penjajahan, Kamis 10       november 2011
http://tarampapam.blogspot.com/2011/03/pendidikan-masa-kolonial.html, Senin 14            November 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar