1. Letak Geografis Peradaban Sungai Indus atau Sindhu
Letak Geografis
• Di sebelah Utara berbatasan dengan China yang dibatasi Gunung Himalaya
• Selatan berbatasan dengan Srilanka yang dibatasi oleh Samudera Indonesia
• Barat berbatasan dengan Pakistan
• Timur berbatasan dengan Myanmar dan Bangladesh
terletak di wilayah Pakistan. Sungai Indus memilki banyak anak sungai yang berasal dari wilayah Punjab di Pakistan Utara. Punjab artinya daearah aliran lima sungai. Sungai Indus mengalir melalui Pakistan dan menyebabkan tanah di negeri itu menjadi subur. Sungai tersebut bermuara di Laut Arab.
Penduduk asli yang berada di Lembah Sungai Shindu adalah bangsa Dravida, diperkirakan telah mendiaminya sejak 3000 SM. Bangsa ini meninggalkan sisa-sisa peradabannya di Mahenjo Daro dan Harappa.
2. Kepercayaan Masyarakat Sungai Indus
Masyarakat lembah Sungai Indus memuja kepada banyak dewa (politheisme). Dewa utama yang dipujanya adalah dewa berkepala tiga, bertanduk besar, walaupun masih berupa dugaan, stempel yang menggambarkan dewa ini banyak dijumpai. Selain itu, masyarakatnya mengenal Dewi Ibu yang dipuja sebagai lambang Dewi kesuburan.
3. Hasil Kebudayaan Peradaban Lembah Sungai Indus.
Peradaban Lembah Sungai Indus ditemukan di dua tempat, yakni Harappa (daerah hulu Punjab) dan Mahenjo Daro di daerah hilir sungai Indus.
Dari penemuan-penemuan yang diperoleh dapatlah diketahui bahwa peradaban Lembah Sungai Indus telah tinggi. Beberapa penemuan hasil peradaban daerah tersebut adalah :
Kota Harappa dan Mahenjo Daro
Kota Harappa dan Mahenjo Daro merupakan kota kuno daerah Pakistan yang dibangun berdasarkan tata kota yang baik. Jalan-jalan di kedua kota tersebut dibuat lurus. Pembangunan kota juga memperhatikan arah angin muson (Barat Daya - Timur Laut), sehingga arus angin dalam kota lancar. Di kanan kiri jalan dibangun saluran air dalam tanah untuk menampung air dari rumah-rumah.
Benda-Benda Purba
Benda-benda purba yang merupakan lempeng-lempeng tanah (terra cotta) berbentuk segi empat dan bergambarkan binatang seperti gajah, harimau, sapi, badak atau pohon-pohonan seperti beringin. Di bawahnya terdapat tulisan yang belum terbaca betul maksudnya, tetapi diperkirakan bahwa antara tulisan dan gambar ada hubungannya. Huruf-huruf itu disebut pietograph yang berarti tulisan gambar. Lempeng-lempeng tanah tersebut menunjukkan adanya kepercayaan menyembah binatang atau pohon-pohon dan benda-benda yang merupakan jimat.
Peninggalan lain yang ditemukan berupa tembikar yang berbentuk periuk belanga, semacam piring dan cangkir dalam berbagai macam bentuk dan ukuran. Alat-alat pertanian yang ditemukan berupa cangkul dan kapak. Sedangkan, alat-alat perhiasan berupa kalung, gelang, ikat pinggang yang dibuat dari tembaga atau emas. Dari temuan yang ada dapat diketahui bahwa penduduk telah mengenal kebudayaan batu dan logam.
Kebudayaan Mahenjodaro dan Harappa
Sebelum kedatangan bangsa Arya di Asia Selatan, di Lembah Sungai Indus telah berkembang suatu peradaban yang cukup tinggi untuk masa itu. Peradaban itu berkembang lebih kurang antara 3000 sampai 2500 SM.Hasil penggalian di bekas reruntuhan kota Mahenjo Daro dan Harappa oleh Jawatan Purbakala India tahun 1922 telah membuktikan hal tersebut. Di dua tempat itu, ditemukan banyak benda purbakala yang merupakan peninggalan masa purba itu. Kebudayaan tersebut dinamakan “ Kebudayaan Mahenjo Daro dan Harappa “, dan karena terletak di sekitar Sungai Indus, maka disebut “ Kebudayaan Lembah Sungai Indus “
Sebelumnya para ahli sejarah berpandangan bahwa India memasuki zaman beradab sejak kedatangan bangsa Arya, namun pendapat tersebut dibantah oleh kenyataan hasil-hasil temuan purbakala lembah Sungai Indus tersebut. Berdasarkan hasil kajian para ahli sejarah dan purbakala, peradaban Lembah Sungai Indus dibangun oleh bangsa Dravida. Berbeda dengan bangsa Arya yang memiliki warna kulit putih bangsa Dravida umumnya berkulit hitam. Berdasarkan hasil penelitian terhadap benda-benda purbakala yang ditemukan di Mahenjo Daro dan Harappa, dapat diketahui bagaimana kepercayaan yang dianut bangsa Dravida, tata kota, sistem pertanian dan pengairan, ilmu pengetahuan dan teknologi , serta kemungkinan sistem pemerintahan yang berkembang pada saat itu. Akan tetapi, sangat disayangkan di tempat itu belum ditemukan sumber-sumber tertulis, yang bisa memperjelasgambaran sejarah peradaban tersebut.
Peradaban Lembah Sungai Indus memiliki kontribusi yang cukup besar dalam pembentukan kebudayaan Hindu di India. Ini terjadi lewat akulturasi budaya dengan kebudayaan bangsa Arya. Sebagai contoh ditemukannya patung mirip dewa Siwa yang dalam kepercayaan Hindu merupakandewa tertinggi, menunjukkan pengaruh kepercayaan bangsa Dravida terhadap Hindu.
Hasil – hasil peradaban Lembah Sungai Indus baik bersifat fisik maupun non fisik adalah sebagai berikut
a.Sistem Kepercayaan :
Berdasarkan hasil – hasil temuan berupa patung dewa, bisa dinyatakan bahwa bangsa Dravida menganut kepercayaan pemujaan terhadap banyak dewa atau dewi yang disebut Polytheisme. Salah satu patung yang sangat terkenal sebagaimana disebutkan di atas adalah patung yang mirip dewa Siwa.
b. Tata Kota
Tata kota di Mahenjo Daro dan Harappa sungguh mengagumkan untuk masa itu. Jalan-jalan dibuat lebar dan lurus serta bangunan rumah terbuat dari batu bata. Selain itu system sanitasi rumah sangat teratur dan rapi, karena hampir setiap rumah memiliki sumur, kamar mandi, dan selokan pembuangan air.. Di kanan kiri jalan dibangun saluran air dalam tanah untuk menampung air dari rumah-rumah. Pembangunan kota juga memperhatikan arah angin muson (Barat Daya - Timur Laut), sehingga arus angin dalam kota lancar. Selain itu, di tepi-tepi jalan raya disediakan saluran pembuangan air. Rupanya bangsa Dravida sudah sangat memperhatikan kebersihan kota.
c. Sistem Pertanian
Kondisi tanah yang subur dan terletak di lembah yang tenang memungkinkan bangsa Dravida mengembangkan suatu system pertanian yang teratur baik. Agaknya pada waktu itu bangsa Dravida sudah mengenal system pengairan untuk keperluan pertanian. Dengan demikian, maka kebutuhan air untuk bercocok tanam bisa dipenuhi setiap saat.
d. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Bangsa Dravida di Lembah Sungai Indus telah mampu menghasilkan bermacam-macam perkakas rumah tangga dan peralatan senjata, seperti panah, tombak, kapak, belati, lempengan tanah liat (terracotta). Peralatan-peralatan itu, ada yang terbuat dari logam ada pula yang dari batu. Selain peralatan , ditemukan pula perhiasan emas dan perak. Sebenarnya ditemukan pula di sana suatu tulisan dan huruf Piktograf, namun belum bisa terbaca hingga saat ini.
e. Sistem Pemerintahan
Bangsa Dravida rupanya telah mengembangkan suatu system pemerintahan yang teratur dan damai. Bangsa Dravida tidak suka berperang dengan bangsa lain.
Peradaban Lembah Sungai Indus sekarang ini sudah punah dan tinggal puing-puing reruntuhannya. Belum bisa dipastikan apa penyebabnya, namun bisa jadi beberapa factor saling berkaitan. Serangan bangsa Arya merupakan salah satu sebab runtuhnya peradaban Dravida tersebut. Namun demikian, factor-faktor bencana alam seperti banjir ataupun wabah penyakit bisa juga mempercepat hancurnya peradaban tersebut.
Selasa, 26 Juni 2012
KERAJAAN KANJURUHAN
KERAJAAN KANJURUHAN
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata
Kuliah Sejarah Kebudayaan 2
Semester 2 Tahun Ajaran 2010/2011
Disusun oleh
Aef dolih 152009013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Jaman
dahulu, ketika Pulau Jawa diperintah oleh raja-raja yang tersebar di
daerah-daerah. Raja Purnawarman memerintah di Kerajaan Tarumanegara; Putri Sima
memerintah di Kerajaan Holing, dan Raja Sanjaya memerintah di Kerajaan Mataram
Kuna. Di Jawa Timur terdapat pula sebuah kerajaan yang aman dan makmur.
Kerajaan itu berada di daerah Malang sekarang, diantara Sungai Brantas dan
Sungai Metro, di dataran yang sekarang bernama Dinoyo, Merjosari, Tlogomas, dan
Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru . Kerajaan itu bernama Kanjuruhan, yang
bercorak Hindu.
Bagaimana
Kerajaan Kanjuruhan itu bisa berada dan berdiri di lembah antara Sungai Brantas
dan Sungai Metro di lereng sebelah timur Gunung Kawi, yang jauh dari jalur
perdagangan pantai atau laut? Kita tentunya ingat bahwa pedalaman Pulau Jawa
terkenal dengan daerah agraris, dan di daerah agraris semacam itulah muncul
pusat-pusat aktivitas kelompok masyarakat yang berkembang menjadi pusat
pemerintahan.
Dengan
memahami Sejarah Kerajaan Kanjuruhan nantinya akan membeikan landasan yang kuat
untuk mengenal kerajaan tersebut lebih, termasuk mampu memperkirakan
kecenderungannya untuk masa kini dan masa yang akan akan datang.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja sumber sejarah kerajaan Kanjuruhan?
2. Bagaimana
Pemerintahan di Kerajaan Kanjuruhan pada masa Gajayana?
3. Bagaimana Kekuasaan Rakryan Kanuruhan ?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang
sumber sejarah kerajaan Kanjuruhan.
2. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang
pemerintahan di Kerajaan Kanjuruhan pada masa Gajayana.
3. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang
kekuasaan Rakryan Kanuruhan
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sumber Sejarah Kerajaan Kanjuruhan
Kerajaan
Kanjuruhan adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Timur, yang pusatnya berada di
dekat Kota Malang sekarang. Kanjuruhan diduga telah
berdiri pada abad ke-8 Masehi (masih sezaman dengan Kerajaan Taruma di sekitar Bekasi dan Bogor sekarang). Bukti tertulis mengenai
kerajaan ini adalah Prasasti Dinoyo. Rajanya yang terkenal
adalah Gajayana. Peninggalan lainnya adalah Candi Badut dan Candi Wurung.
Jaman dahulu, ketika Pulau Jawa diperintah oleh raja-raja
yang tersebar di daerah-daerah. Raja Purnawarman memerintah di Kerajaan
Tarumanegara; Putri Sima memerintah di Kerajaan Holing, dan Raja Sanjaya
memerintah di Kerajaan Mataram Kuna. Di Jawa Timur terdapat pula sebuah
kerajaan yang aman dan makmur. Kerajaan itu berada di daerah Malang sekarang,
diantara Sungai Brantas dan Sungai Metro, di dataran yang sekarang bernama
Dinoyo, Merjosari, Tlogomas, dan Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru . Kerajaan
itu bernama Kanjuruhan.
Bagaimana Kerajaan Kanjuruhan itu bisa berada dan berdiri di
lembah antara Sungai Brantas dan Sungai Metro di lereng sebelah timur Gunung
Kawi, yang jauh dari jalur perdagangan pantai atau laut? Kita tentunya ingat
bahwa pedalaman Pulau Jawa terkenal dengan daerah agraris, dan di daerah
agraris semacam itulah muncul pusat-pusat aktivitas kelompok masyarakat yang
berkembang menjadi pusat pemerintahan. Rupa-rupanya sejak awal abad masehi,
agama Hindu dan Budha yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia bagian barat
dan tengah, pada sekitar abad ke VI dan VII M sampai pula di daerah pedalaman
Jawa bagian timur, antara lain Malang. Karena Malang-lah kita mendapati
bukti-bukti tertua tentang adanya aktivitas pemerintahan kerajaan yang bercorak
Hindu di Jawa bagian timur.
Bukti itu adalah prasasti Dinoyo yang
ditulis pada tahun 682 saka atau kalau dijadikan tahun masehi ditambah 78
tahun, sehingga bertepatan dengan tahun 760 M. Prasasti dibuat dari batu
bertuliskan huruf kawi, berbahasa Sansekerta dan menyebutkan bahwa pada abad
VIII M, ada kerajaan berpusat di Kanjuruhan. Sekarang disebut Desa Kejuron di
bawah pemerintahan raja Dewa Simha yang berputera seorang laki-laki bernama
Limwa.Limwa mempunyai seorang puteri. Uttejana yang menikah dengan Jananeya.
Limwa menggantikan ayahnya dan berganti nama dengan Gajayana.
Dengan sekalian para pembesar negeri dan
segenap rakyatnya, Raja Gajayana mendirikan tempat suci pemujaan yang sangat
bagus guna memuliakan Resi Agastya. Sang raja juga menyuruh membuat arca sang
Resi Agastya dari batu hitam yang sangat elok, sebagai pengganti arca Resi
Agastya yang dibuat dari kayu. Peresmian arca ini dilakukan dalam tahun 760
itu, dan upacara dilakukan oleh pendeta-pendeta ahli weda. Pada kesempatan itu
sang raja menghadiahkan tanah, lembu, budak laki-laki dan perempuan sebagai
penjaga, juga segala keperluan untuk pendeta, seperti keperluan pemujaan,
penyucian diri dan bangunan tempat peristirahatan para pengunjung.
Candi Badut dibangun pada abad VIII
M, merupakan peninggalan dari masa pemerintahan kerajaan kanjuruhan yang
berpusat di Dinoyo (barat laut malang).
Masa pendirian bangunan dihubungkan dengan Prasasti Dinoyo 760 Masehi (682
Saka). Di dalam candi tersebut tidak terdapat Agastya melainkan sebuah lingga
yang dianggap sebagai lambangnya Prasasti Dinoyo, mengingat adanya perkataan
(putikecwara) dalam Prasasti Dinoyo itu, maka mungkin sekali lingga itu
merupakan lambang Agastya yang memang selalu digambarkan seperti Ciwa dalam
ujudnya sebagai Mahaguru.
B. Masa Pemerintahan
Pada masa pemerintahan Raja Gajayana, Kerajaan Kanjuruhan
berkembang pesat, baik pemerintahan, sosial, ekonomi maupun seni budayanya. Dibawah
pemerintahan Raja Gajayana, rakyat merasa aman dan terlindungi. Kekuasaan
kerajaan meliputi daerah lereng timur dan barat Gunung Kawi. Ke utara hingga
pesisir laut Jawa. Keamanan negeri terjamin. Tidak ada peperangan. Jarang
terjadi pencurian dan perampokan, karena raja selalu bertindak tegas sesuai
dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian rakyat hidup aman, tenteram, dan
terhindar dari malapetaka. Raja Gajayana hanya mempunyai seorang putri, yang
oleh ayahanda diberi nama Uttejana. Seorang putri kerajaan pewaris tahta
Kerajaan Kanjuruhan. Ketika dewasa, ia dijodohkan dengan seorang pangeran dari
Paradeh bernama Pangeran Jananeya. Akhirnya Pangeran Jananeya bersama
Permaisuri Uttejana, memerintah kerajaan warisan ayahnya ketika sang Raja
Gajayana mangkat. Seperti leluhur-leluhurnya, mereka berdua memerintah dengan
penuh keadilan. Rakyat Kanjuruhan semakin mencintai rajanya Demikianlah, secara
turun-temurun Kerajaan Kanjuruhan diperintah oleh raja-raja keturunan Raja Dewa
Simha. Semua raja itu terkenal akan kebijaksanaannya, keadilan, serta kemurahan
hatinya
Pada sekitar tahun 847 Masehi, Kerajaan Mataram Kuna di Jawa
Tengah diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu. Raja ini
terkenal adil dan bijaksana. Dibawah pemerintahannyalah Kerajaan Mataram
berkembang pesat, kekuasaannya sangat besar. Ia disegani oleh raja-raja lain
diseluruh Pulau Jawa. Keinginan untuk memperluas wilayah Kerajaan Mataram Kuna
selalu terlaksana, baik melalui penaklukan maupun persahabatan. Kerajaan
Mataram Kuna terkenal di seluruh Nusantara, bahkan sampai ke mancanegara.
Wilayahnya luas, kekuasaannya besar, tentaranya kuat, dan penduduknya sangat
banyak.
Perluasan Kerajaan Mataram Kuna itu sampai pula ke Pulau Jawa
bagian timur. Tidak ada bukti atau tanda bahwa terjadi penaklukan dengan
peperangan antara Kerajaan Mataram Kuna dengan Kerajaan Kanjuruhan. Ketika
Kerajaan Mataram Kuna diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah
Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan menyumbangkan sebuah bangunan candi perwara
(pengiring) di komplek Candi Prambanan yang dibangun oleh Sri Maharaja Rakai
Pikatan tahun 856 M (dulu bernama “Siwa Greha”). Candi pengiring (perwara) itu
ditempatkan pada deretan sebelah timur, tepatnya di sudut tenggara. Kegiatan
pembangunan semacam itu merupakan suatu kebiasaan bagi raja-raja daerah kepada
pemerintah pusat. Maksudnya agar hubungan kerajaan pusat dan kerajaan di daerah
selalu terjalin dan bertambah erat. Kerajaan Kanjuruhan saat itu praktis
dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuna. Walaupun demikian Kerajaan Kanjuruhan
tetap memerintah di daerahnya. Hanya setiap tahun harus melapor ke pemerintahan
pusat. Di dalam struktur pemerintahan Kerajaan Mataram Kuna jaman Raja
Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan lebih dikenal dengan sebutan Rakryan
Kanuruhan, artinya “Penguasa daerah” di Kanuruhan. Kanuruhan sendiri
rupa-rupanya perubahan bunyi dari Kanjuruhan. Karena sebagai raja daerah, maka
kekuasaan seorang raja daerah tidak seluas ketika menjadi kerajaan yang berdiri
sendiri seperti ketika didirikan oleh nenek moyangnya dulu. Kekuasaaan raja
daerah di Kanuruhan dapat diketahui waktu itu adalah daerah lereng timur Gunung
Kawi.
C. Kekuasaan
Rakryan Kanuruhan
Daerah kekuasaan Rakryan Kanuruhan watak Kanuruhan. Watak
adalah suatu wilayah yang luas, yang membawahi berpuluh-puluh wanua (desa).
Jadi mungkin daerah watak itu dapat ditentukan hampir sama setingkat kabupaten.
Dengan demikian Watak Kanuruhan membawahi wanua-wanua (desa-desa) yang
terhampar seluas lereng sebelah timur Gunung Kawi sampai lereng barat
Pegunungan Tengger-Semeru ke selatan hingga pantai selatan Pulau Jawa.
Dari sekian data nama-nama desa (wanua) yang berada di
wilayah (watak) Kanuruhan menurut sumber tertulis berupa prasasti yang
ditemukan disekitar Malang
adalah sebagai berikut :
1. daerah
Balingawan (sekarang Desa Mangliawan Kecamatan Pakis),
2. daerah
Turryan (sekarang Desa Turen Kecamatan Turen),
3. daerah
Tugaran (sekarang Dukuh Tegaron Kelurahan Lesanpuro),
4. daerah
Kabalon (sekarang Dukuh Kabalon Cemarakandang),daerah Panawijyan (sekarang
Kelurahan Palowijen Kecamatan Blimbing),
5. daerah
Bunulrejo (yang dulu bukan bernama Desa Bunulrejo pada jaman Kerajaan
Kanuruhan),
6. dan
daerah-daerah di sekitar Malang
barat seperti : Wurandungan (sekarang Dukuh Kelandungan – Landungsari),
Karuman, Merjosari, Dinoyo, Ketawanggede, yang di dalam beberapa prasasti
disebut-sebut sebagai daerah tempat gugusan kahyangan (bangunan candi) di dalam
wilayah/kota Kanuruhan.
Demikianlah
daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaan Rakryan Kanuruhan. Dapat dikatakan
mulai dari daerah Landungsari (barat), Palowijen (utara), Pakis (timur), Turen
(selatan). Keistimewaan pejabat Rakryan Kanuruhan ini disamping berkuasa di
daerahnya sendiri, juga menduduki jabatan penting dalam pemerintahan Kerajaan
Mataram Kuno sejak jaman Raja Balitung, yaitu sebagai pejabat yang mengurusi
urusan administrasi kerajaan. Begitulah sekilas tentang Rakryan Kanuruhan.
Penguasa di daerah tetapi dapat berperan di dalam struktur pemerintahan kerajaan
pusat, yang tidak pernah dilakukan oleh pejabat (Rakyan) yang lainnya, dalam
sejarah Kerajaan Mataram Kuno di masa lampau.
BAB
III
KESIMPULAN
Kerajaan
Kanjuruhan adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Timur, yang pusatnya berada di dekat Kota Malang sekarang. Kanjuruhan diduga telah berdiri pada
abad ke-8 Masehi (masih sezaman dengan Kerajaan Taruma di sekitar Bekasi dan Bogor sekarang). Bukti tertulis mengenai
kerajaan ini adalah Prasasti Dinoyo. Rajanya yang terkenal
adalah Gajayana. Peninggalan lainnya adalah Candi Badut dan Candi Wurung.
Pada masa pemerintahan
Raja Gajayana, Kerajaan Kanjuruhan berkembang pesat, baik pemerintahan, sosial,
ekonomi maupun seni budayanya. Dibawah pemerintahan Raja Gajayana, rakyat
merasa aman dan terlindungi. Pada sekitar tahun 847 Masehi, Kerajaan Mataram
Kuna di Jawa Tengah diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu.
Dibawah pemerintahannyalah Kerajaan Mataram berkembang pesat, kekuasaannya
sangat besar. Perluasan Kerajaan Mataram Kuna itu sampai pula ke Pulau Jawa
bagian timur. Kerajaan Kanjuruhan saat itu praktis dibawah kekuasaan Kerajaan
Mataram Kuna.
Di dalam struktur pemerintahan Kerajaan
Mataram Kuna jaman Raja Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan lebih dikenal dengan
sebutan Rakryan Kanuruhan, artinya “Penguasa daerah” di Kanuruhan. Keistimewaan
pejabat Rakryan Kanuruhan ini disamping berkuasa di daerahnya sendiri, juga
menduduki jabatan penting dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno sejak jaman
Raja Balitung, yaitu sebagai pejabat yang mengurusi urusan administrasi
kerajaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Soekmono,
R. 1984. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid 2 . Yogyakarta:
Kanisius.
Tri
Widiarto dan Ester Arianti. 2007 . Masa Pengaruh Hindu Budha di Indonesia
. Salatiga:
Widya Sari Press.
http://pre-historian.blogspot.com/2011/03/30/kerajaan-kanjuruhan-malang.html,
http://id.wikipedia.org/wiki/30/03/2011/Kerajaan_Kanjuruhan,
Sejarah Eropa jilid 2
Para Penerus Augustus
sampai dengan tahun 180 M.
Empat kaisar sesudah Augustus
sesungguhnya tidak sesuai untuk memangku jabatan setinggi itu, Tiberius
memerintah dari tahun 14 hingga 37 M, yang merupakan baik anak tiri maupun anak
menantu Augustus, pada akhir hidupnya melarikan diri ke pulau Capri untuk
mengungsi dari Roma dan dari musuh-musuhnya yang senantiasa membuat dirinya
bingung. Caligula (37-41 M), yang merupakan cucu kemenakan Tiberius,menjadi
gila dan akhirnya dibunuh. Claudius (41-54 M), paman Caligula, secara fatal
mati karena diracun oleh istrinya sendiri. Istrinya ini sangat ambisius dan
bersengkokol untuk merebut mahkota kerajaan guna ia serahkan kepada Nero,
anaknya dari hasil perkawinannya sebelum ia kawin dengan Claudius. Nero (54-68
M), yang membunuh ibunya maupun istrinya sendiri, adalah kaisar yang bernasib
paling buruk. Negara menyediakan tempat-tempat pertunjukan “ sirkus” yang
gratis yang sering dalam bentuk pacuan kereta perang dan perkelahian para
Gladiator. Di dalam kontes di Colosseum, di mana para gladiator itu sering
tewas, menunjukkan suatu kebrutalan, yang merupakan sisi yang tak berperasaan
dalam jiwa orang Roma.
Keruntuhan
Roma
Kaisar-Kaisar
yang Tak Berhasil (180-284 M)
Dengan meninggalnya
Marcus Aurelius pada tahun 180M, Pax Romana dan abad-abad penuh dengan
karya-karya agung dalam peradaban Romawi berakhir. Penganut Stoa yang agung itu
meninggalkan prinsip-prinsip adopsi dan mengijinkan anaknya yang sesungguhnya,
Commodus (180-193), untuk menggantikannya. Kekacauan, korupsi, dan pertumpahan
darah pada masa-masa pemerintahan Cligula, Claudius, dan Nero muncul kembali.
Commodus juga kaisar-kaisar lemah. Akibat kelemahan para kaisar ini adalah
munculnya zaman anarkhi militer (235-284), digerakkan oleh militer karena
faksi-faksi dalam angkatan brsenjata saling bertikai sendiri atas
kesewenang-wenangan para kaisar. Pada separuh abad setelah tahun 235, secara
bergantian Roma diperintah oleh hampir dua lusin kaisar, dan hanya satu
diantaranya yang meninggal secara wajar. Terpikat untuk masuk politik dan
mencari uang, tentara mengabaikan tugas wajibnya dalam melindungi kekaisaran.
Pertahanan di sepanjang perbatasan Rhine-Danube mengalami kemerosotan.
Kekaisaran Romawi yang telah bangkit kembali mulai mengancam daerah-daerah
dominion Roma.
Reformasi
Diocletianus dan Penerus-penerusnya.
Kaisar Diocletianus
(284-305 M), seorang veteran tentara. Ia memulai serangkaian reformasi secara
drastis yang akhirnya mentransformasikan Kekaisaran menjadi suatu otokrasi yang
tersentralisir mirip prinsip-prinsip Oriental tradisional. Reformasi ini
diteruskan Galerius ajudan Diocletianus tahun 293-305 M dan menjadi kaisar dari
305-311 M, serta di bawah musuh dan kaisar Galerius yakni Constatine yang
termashyur ( 306-337). Sepanjang periode ini di warnai kekacauan dan tidak
jelas kebijakan yang harus bertalian dengan Diocletianus yang harus dihubungkan
dengan Galerius atau Constantine (306-337 M).Diocletianus dan para penerusnya
meninggalkan rasa hormat seperti yang diperlihatkan oleh Augustus dan kaisar
lainnya pada awal kekaisaran. Mereka menghancurkan keseimbangan antara
sentralisasi dan desentralisasi, kekaisaran dan civitas, menghapus hak-hak
otonomi yang ada pada “civitates”, dan memeberikan kekuasaan absolute kepada
para gubernur atas urusan-urusan local. Gubernur itu, dengan kesatuan-kesatuan
territorial yang lebih kompak.
Diocletianus
memindahkan ibukota kekaisaran belahan barat dari Roma ke Milan. Peranan kota
Roma manjadi berkurang. Constatine menetapkan ibukota kekaisaran Romawi belahan
timur di Byzantium, yang kemudian ia ubah namanya menjadi Konstantinopel.
Pembagian kekaisaran Romawi ke dalam dua bagian ini merupakan suatu peristiwa
yang penting. Pembagian secara politis ini sejajar dengan pembagian secara
linguistis, mereka yang tinggal di belahan barat berbahasa Latin, yang di timur
berbahasa Yunani. Tindakan Diocletianus ini jelas membuat adanya dua kebudayaan
yang berbeda dan menggerogoti kesatuan bangsa Romawi. Ini nantinya menimbulkan
divergensi antara peradaban Eropa barat dan selatan lebih condong ke Romawi dan
peradaban Greco Oriental yang tersebar di Russia dan daerah Balkan.
Untuk menjamin
ketangguhan para prajurit yang akan direkruit ke dalam angkatan bersenjata,
Diocletianus mengandalkan pada orang-orang Jerman dan tentara sewaan asing
lainnya. Dia tidak merekruit para warga Negara untuk menjadi tentara.
Diocletianus meminjam kemegahan dan keagungan gaya Persia, di mana sang raja
didudukkan sebagai seorang dewa. Ia menyepuh paku dan emas yang telah dipoles
untuk membuat barang-barang yang bergelantungan ditubuhnya lebih mempesona. Hal
ini untuk menunjukkan identitasnya dengan matahari dan langit. Para pejabat
pemerintahan memperoleh gelar-gelar keagamaan yang tinggi : pejabat keuangan
kini bergelar “ count of the sacred largesses” (pangeran yang mendapat anugerah
suci dan dewan Negara (dewan imperial) menjadi “consistory (dewan) suci”.
Dengan sia-sia Diocletianus mencoba menyelamatkan kondisi keuangan
pemerintahannya dari kebangkrutan. Usaha-usaha Diocletianus untuk mengendalikan
inflasi dengan cara memaksakan kontrolnya atas harga menyebabkan timbulnya
pasar gelap dan kerusuhan-kerusuhan dikalangan para pemilik took dan pembeli.
Diocleatianus dan para penerusnya cenderung menegakkan suatu sistem kasta.
Seseorang boleh jadi melakukan pekerjaan yang sama sepanjang hidupnya.
Dari waktu atau masa pemerintahan
Diocletianus dan Constantine hingga lenyapnya kekuasaan Romawi barat secara
penuh pada tahun 476 M, secara bertahap muncul dua lembaga atau institusi yang
mengambil alih kendali atas Mediterania barat. Kekuasaan-kekuasaan baru ini
adalah, pertama, Gereja Kristen, dan kedua, suku-suku Jerman yang mengorganisir
suatu kerajaan yang mengganti kekaisaran Romawi barat.
Mengapa Roma Mengalami
Kemunduran
Dalam kemiliteran,
kemunduran mulai Nampak selama abad ketiga dengan terjadinya regenerasi legion
ke dalam kelompok-kelompok penekan politik dan ekonomi. Dalam bidang pilitik,
kemunduran mulai Nampak dengan ditinggalkannya sistem adopsi pada tahun 180 dan
berlanjut dengan anarkhi militer serta pemaksaan cara-cara sentralisasi
Oriental. Pada masa pemerintahan Diocletianus, perekonomian dan masyarakat Roma
tengah menunjukkan gejala-gejala kemunduran yang serius. Krisis sosial dan
ekonomi Kekaisaran Romawi dalam hal-hal tertentu merupakan akibat dari
kekacauan anarkhi militer, menurunnya pertumbuhan penduduk berarti jumlah
penduduk berkurang sehingga jumlah
pembayar pajak sedikit. Faktor-faktor moral, spiritual, dan psikologis juga
ikut ambil bagian dalam kemunduran Romawi. Perdebatan mengenai peranan agama
Kristen barangkali hanya merupakan salah satu contoh.
Edward Gibbon menulis sebuah karya terkenal dengan judul
“History of the Decline and Fall of the Roman Empire. Di dalam karyanya ini ia
mengusulkan atau mengajukan suatu pendapat bahwa agama Kristen benar-benar
merupakan unsur yang busuk dalam tragedi Romawi, bahwa agama Kristen telah
menghancurkan semangat warga Negara Romawi. Pendapat ini mendorong perhatian
mereka lebih kepada masalah kehidupan sesudah mati daripada mengenai
masalah-masalah pajak, kemiliteran, dan tugas-tugas lain yang bersifat
keduniawian. Para pembela agama Kristen berpendapat bahwa Kekaisaran Romawi
jatuh bukan karena terlalu Kristen, tetapi karena belum cukup Kristen.
Seorang sejarawan
terkemuka pada awal abad dua puluh. Rostovtsev berpendapat bahwa Roma
betul-betul telah runtuh ketika massa rakyat yang serba kekurangan itu menuntut
suatu standar hidup yang tinggi dan kebudayaan kosmopolitan yang telah
dinikmati oleh keras yang berkuasa. Para kritikus teori Rostovtsev menunjukkan
bahwa teori-teori sejarawan Rusia itu sangat dipengaruhi oleh
peristiwa-peristiwa yang terjadi di negerinya, di mana rezim tsarist akan
mengalami keruntuhan sebelum kaum komunis tampil sebagai pemenang dalam
revolusi 1917. Dalam kesusasteraan dan kesenian lainnya, dalam abad-abad
sebelumnya, yakni pada Zaman Emas dan Perak, seperti yang dialami oleh bangsa
Mesir. Para penulis sadar bahwa mereka tidak lagi hidup dalam “ masa-masa
kejayaan “ di bawah Pax Romana.
Memang sulit untuk mengatakan bahwa
kemunduran Roma antara lain karena faktor-faktor spiritual dan psikologis. Dari
ketidaktentuan ini kita bisa menarik dua pelajaran. Pertama, selama ada
sejarawan, selama itu pula ada perdebatan tentang pertanyaan yang begitu besar
sebagai eksplanasi atas kemunduran Roma. Kedua, dalam menjelaskan suatu
perkembangan yang rumit dan berlarut-larut seperti proses keruntuhan Romawi,
tidak akan pernah timbul jawaban sederhana, atau seandainya ada tak akan pernah
memuaskan.
Langganan:
Postingan (Atom)