Dalam perkuliahan filsaafat ilmu sejarah
Ini adalah isi tugas dari meringkas
BAB
1
APAKAH
ILMU FILSAFAT ITU?
Menurut logatnya
perkataan ‘ filsafat’ berasal dari perkataan bahasa Arab yaitu ‘ falsafah’, dan
perkataan falsafah yakni ‘ adalah bentuk Arab dari kata Yunani yakni’ filosofia. Filosofia berarti kesukaan akan hikmat dan seorang
filsuf (bahasa Yunani : filosofos) ialah orang yang suka akan nikmat. Ada
filsuf-filsuf yang mengatakan bahwa filsafat itu harus menyelidiki dan
menentukan tujuan terakhir dan makna terdalam dari kenyataan (realitas) dan
hidup manusia. Menurut rumusan lain, ilmu filsafat ialah ilmu yang menyelidiki
segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia
sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh
yang dapatdicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah
mencapai pengetahuan itu.
Sering juga istilah
filsafat itu dipakai dengan arti yang sama dengan “ideology “ atau
Weltanschaung (pandangan dunia).
Ideologi itu dipilih dan dianut berdasarkan suatu keyakinan yang
mendahului segala pemikiran ilmiah.
Jadi, jika kita memakai kata filsafat mengenai pandangan duniaatau ideology,
sebaiknya kita membedakan filsafat atau ilmu filsafat. Apakah ilmu filsafat
itu? Satu hal yang cukup jelas yakni, ilmu filsafat adalah hasil dari suatu
pemikiran ilmiah. Dan berilmu filsafat adalah berfikir secara ilmiah. Kita
memakai saja suatu definisi yang bersifat sementara. Berfikir adalah membeda-bedakan
hal-hal. Satu hal boleh ditambahkan, dalam pemikirannya itu manusia tidak hanya
membeda-bedakan hal-hal tetapi ia juga mencari nisbah (relasi) antara hal-hal
yang telah dibeda-bedakannya itu.
Perlu dimengerti bahwa
berfikir itu bukan satu-satunya jalan untuk mendekati kenyataan yang disekitar
kita atau yangdidalam kita. Ada jalan lain, seperti misalnya merasa,
menghendaki, bertindak. Jadi berfikir itu tidak boleh dimutlakkan. Apakah
sebenarnya perbedaan antara berfikir yang ilmiah dan berfikir tidak ilmiah.
Perbedaan itu dapat disingkat menjadi
empat pokok.
1. Berfikir yang ilmiah atau secara ilmu
pengetahuan itu selalu mengkhususkan hal yang dipikirkan. Seorang ahli piker
selalu memilih salah satu gejala, atau salah satu kelompok gejala-gejala atau
salah satu lapangan (segi, aspek) dari
kenyataan atau salah satu persoalan, kemudian hal yang dipilihnya itu dijadikan
sasaran ( bahasa jerman : Gegenstand ) dari pemikirannya.
2. Mengenai sasaran atau Gegenstand itu ahli
piker kemudian mulai bertanya Ahli pikit itu tidak lekas puas. Tiap-tiap jawab
menimbulkan pertanyaan-petanyaan bru, tiap-tiap pemecahan menimbulkan persoalan
baru, sehingga ilmu pengetahuan itu bertanya terus-menerus.
3. Dalam
merumuskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ahli pikirbselalu harus memakai
alas an-alasan.
4. Berfikir
yang ilmiah itu haruslah teratur atau sistematis.
Ilmu filsafat memiliki suatu
keistimewaan, karena filsafat tidak menyelidiki salah satu segi dari kenyataan
atau salah satu kelompok persoalan-pesoalan yang umum, yang meliputi seluruh
kenyataan atau realitas. Ilmu filsafat ialah ilmu yang membuat susunan
kenyataan sebagai keseluruhan menjadi sasaran pemikirannya. Jelaslah sudah
bahwa ilmu filsafat adalah suatu ilmu yang tidak sedikit pentingnya. Tugasnya
dapat dirumuskan seperti berikut : ilmu filsafat ialah teoretis tentang susunan
kenyataan sebagai keseluruhan.
BAB
2
SOAL-SOAL POKOK
Tiga persoalan yang dikatakan bersifat pokok :
1. Adakah
Allah dan siapakahAllah itu ?
2. Apa
dan Siapakah manusia?
3. Apakah
hakekat dari segala realitas (kenyataan), apakah maknanya, apakah inti sarinya
?
Dalam seejarah ilmu
filsafat barat zaman baru ( yang mulai dengan aliran Renaissance pada abad ke
XV/ke – XVI) kita menjumpai suatu aliran yang cukup tegas pendiriannya mengenai
pertanyaan itu. Aliran yang kami maksudkan ialah aliran rasionalisme, yang
sangat kuat mulai abad ke- XVII sampai abad yang lalu. Menurut rasionalisme itu
akal manusia tidak mempunyai batas-batas, dalam arti bahwa tidak ada persoalan
yang tidak dapat diselidiki oleh akal. Rasionalisme itu sangat mempengaruhi
perkembangan ilmu filsafat dan ilmu pengetahuan pada umumnya pada abad-abad
yang akhir ini. Pandangan bahwa akal itu otonom dan harus bekerja secara
sentral atau tak berprasangka adalah tersebar sekali. Dengan sendirinya,
rasionalisme itu membatasi peranan agama.
Menurut aliran itu akallah yang merupakan
keistimewaan dari manusia dan perbedaan antara manusia dan binatang, akallah
yang menjadi dasar dari segala kebudayaan, akallah yang menjadi kunci untuk
membuka segala rahasia hidup. Jelaslah sudah bahwa ahli piker yang memilih akal
sebagai dasar atau azas yang semacam itu, tidak mendasarkan pemilihan itu atas
suatu penyelidikan ilmiah. Mereka yakin bahwa akal itu sangat penting. Mereka memakkai
keyakinan itu sebagai ititk tolak atau landasan dari seluruh pemikiran mereka.
Menurut aliran
rasionalisme pertanyaan tentang manusia dapat dijawab seperti berikut : manusia
adalah makhluk yang berakal, akallah yang merupakan perbedaan pokok diantara
manusia dan binatang, akallah yang menjadi dasar dari segala kebudayaaan. Dan
apakah intisari kenyataan menurut rasionalisme itu ? Kenyataan ialah kenyataan
yang akali (rasionil), yang dapat dipahami oleh akal manusia serta dikuasainya.
Apa mdan siapakah Allah menurut rasionalisme itu? Allah adalah akal tertinggi,
akal ilahi, dan menurut Descartes (1596-1650). Allah menjamin kebenaran akal
manusia.
Aliran marxisme (ajaran
Karl Marx, 1818-1883). Menurut marxisme itu manusia adalah makhluk yang memakai
alat-alat, makhluk yang bekerja, makhluk yang berproduksi, itulah yang
merupakan perbedaan pokok antara manusia dan binatang. Seluruh sejarah umat manusia dipengaruhi, bahkan
dientukan oleh perkembangan produksi, seluruh kebudayaan adalah bangunan atas
dasar keadaan produksi itu. Secara konsekwen pernyataan tentang Allah dijawab :
memang tidak ada Allah, karena yang ada ada hanya materi. Karl Marx tidak dapat
membuktikan titik tolaknya secara ilmiah. Tiada buki ilmiah bahwa materi itu
kekal atau bahwa keadaan produksi itu menentukan perkembangan sejarah.
Pendirian itu merupakan keyakinan Karl Marx, yang dijadikannya landasan
pemikirannya.
Menurut filsafat existensi, perbedaan pokok
antara manusia dan binatang ialah bahwa manusia itu merdeka, manusia selalu harus
melaksanakan kemerdekaan itu. Dunia dipandang oleh existensialisme sebagai
bahan-bahan yang dipekerjakan oleh manusia dalam merealisasikan kemerdekaannya.
Menurut J.P. Sartre Allah tidak mungkin ada, karena sekiranya ada, Allah itu
meniadakan kemerdekaan manusia. Tetapi menurut K. Jaspers Allah atau
Transcendensi itu ada, dan justru dalam pertemuan dengan Transcendensi itu
manusia melaksanakan kemerdekaannya. Pendirian-pendirian filsafat ini mengenai Allah, manusia dan dunia adalah
berhubungan satu dengan yang lain. Dari uraian diatas sudah cukup jelas bahwa keyakinan seorang
filsuf mengenai persoalan-persoalan pokok itu dengan sendirinya mempengaruhi
seluruh filsafatnya.
Dimanakah objektivitas
ilmu pengetahuan? Kata objektivitas dalam hubungan ini dipakai dengan arti :
ke-ilmiah-an, kepastian. Dalam ilmu pengetahuan harus dikejar pengetahuan yang
seobjektifnya. Namun perlu diinsafi bahwa tidak mungkin tercapai suatu
objektivitas yang mutlak. Ynag berfikir ialah manusia, dan manusia itu tidak dapat melepaskan diri dari
keyakinannya tentang soal-soal pokok. Tidak jarang terjadi bahwa suatu aliran filosofis
menganggap diri sebagai aliran yang seratus persen ilmiah. Misalnya dari pihak
marxisme kita sering mendengar keterangan, bahwa mereka melulu memakai
pemikiran-pemikiran yang ilmiah, bahwa sosialisme mereka adalah sosialisme
ilmiah, bahwa materialism historis (Karl Marx) adalah satu-satunya cara ilmiah
untuk menyelidiki perkembangan masyarakat. Tentu tidak dapat dibantah dalam
marxisme terdapat banyak unsur yang ilmiah. Tetapi, titik tolak marxisme itu
adalah suatu keyakinan, yang tidak ilmiah, yang tidak ada buktinya.
Sebagai orang Kristen,
pengarang berusaha untuk mendasarkan
pemikirannya diatas Injil Kristus. Oleh karena itu pengarang dengan sendirinya
memperhatikan hasil-hasil ilmu theologia. Ilmu theologia itu tentu tidak sama
dengan Injil, apalagi tidak sama dengan kepercayaan akan Kristus. Dalam ilmu
theologia orang memikirkan injil, dan belum tentu pemikiran itu cocok dengan
isi Injil.Maka daripada itu seorang filsuf Kristen tidak terikat pada ilmu
theologia, tetapi dengan sendirinya ia akan memperhatikan hasil-hasil ilmu
theologia itu.
Rumusan singkat seorang
Kristen tentang soal-soal pokok, tidak sebagai hasilpemikiran filosofis,
melainkan sebagai landasan pemikiran filosofis :
1. Mngenai pertanyaan: apa dan siapakah Tuhan
Allah, Orang Kristen menjawab : Allah adalah khalik langit dan bumi. Lain-lain
kenyataan adalah makhluknya. Allah itu Esa, dalam arti bahwa tiada ilah lain
kecuali Allah. Jadi kalau ditanya : Allah itu berapa, maka dijawabnya : Allah
itu hanya satu. Lain pertanyaan ialah: Allah itu bagaimana? Menurut Injil dalam
hakekat Allah yang Esa itu dapat dibedakan tiga cara berada, yang disebut Bapa,
Putera atau Kalam, dan Roh Suci. Itu yang dimaksudkan dengan pengakuan bahwa
Allah itu tritunggal. Antara Bapa, Putera
dan Roh Suci itu ada kaitan kasih dari kekal sampai kekal. Oleh karena
itu boleh dikatakan bahwa Allahadalah kasih.
2. Menurut Injil, manusia diciptakan oleh Allah
segambar dan serupa dengan dia. Itulah keistimewaan manusia, itulah perbedaan
terpenting antara manusia dan binatang. Kesegambaran itu berarti bahwa manusia
difirmani oleh Allah dan harus
bertanggungjawab, manusia dikasihi oleh Allah dan harus mengasihi Allah dan
sesame manusia, sama seperti Allah sendiri kasih adanya.
3. Menurut Injil manusia telah jatuh kedalam
dosa. Manusia terseret dalam suatu pemberontakan terhadap Allah. Pemberontakan itu merupakan sumber segala
kejahatan manusia. Dosa itu radikal, jangan dicari dalam jiwa atau badan,
kerohanian atau kejasmanian, tetapi merupakan pemberontakan umat manusia
seluruhnya.
4. Untuk
menyelamatkan manusia dari keadaan itu, Allah telah mengutus Jesus Kristus ke dunia
ini. Ialah firman Allah atau Putera Allah yang menjadi manusia. Ia menebus dosa
kita dan mendirikan kerajaan Allah didunia ini. Jesus Kristus memanggil orang
untuk menjadi warga Kerajaan Allah dengan sukarela. Pada akhir zaman Kristus
akan menyempurnakan Kerajaan yang telah diletakkannya dasarnya.
5. Pertanyaan
: apakah hakekat segala realitas? Dijawab bedasarkan Injil seperti berikut :
kenyataan realitas itu diciptakan oleh Allah dalam keadaan yang beraneka warna.
Seluruh kenyataan itu bersifat chalakiah (makhluk) dan adadibawah hokum. Tidak
ada bagian kenyataan yang bersifat mutlak.
Berdasarkan landasan
kita itu ada banyak pandangan filosofis yang dengan sendirinya kita tolak. Kita
memang tidak menolak fakta-fakta kenyataan. Sebaliknya, kita yakin, bahwa
landasan pikiran kita merupakan dasar yang terbaik untuk menyelidiki
fakta-fakta kenyataan itu, karena menurut kita rahasia terdalam atau
persoalan-persoalan paling pokok tentang kenyataan itu dijawab dalam injil.
Mengingat landasan
pemikiran kita, pertama-tama jelaslah kita menolak segala macam pandangan yang
mengingkari Allah atau mengaburkan batas antara Allah dan kenyataan (kosmos).
Jadi kita menolak atheis (tidak ada Allah), akosmisme (tidak ada kosmos),
pantheisme (semuanya serba Allah) dan pankosmisme (semuanya serba kosmos. Yang
kedua, kita menolak segala macam dualism, yang membedakan realitas bagian atas
yang ilahi dan kekal serta realitas bagian bawah yang duniawi dan fana. Yang
ketiga,kita menerima bahwa kenyataan itu takluk di bawah hokum Allah. Kita menolak
pendirian bahwa manusia atau akalnya itu otonom¸berarti menentukan hukumnya
sendiri. Yaang keempat, menurut kita dosa atau sumber dosa tidak terletak dalam
suatu bagian tertentu dari kenyataan. Oleh kejasmanian manusia atau oleh
seksualitasnya. Dosa itu berakar dalam hati manusia, dosa itu bersifat radikal.
Segala kejahatan jasmaniah, seksual, sosial, politik, ekonomis adalah
akibat-akibat dari dosa yang menguasai seluruh hidup manusia. Yang kelima,
berhubung dengan pandangan kita tentang dosa itu, kita menolak pendirian bahwa
manusia sendiri atas kekuatannya sendiri
dapat membangun suatu masyarakat yang sungguh-sungguh baru. Tetapi dalam
tiap-tiapmasyarakat entah bagaimanapun bentuknya factor dosa tetap memainkan
peranan. Yang keenam, berdasarkan keyakinan bahwa Jesus Kristus telah dating
untuk meletakkan dasar kerajaan Allah dan akan dating kembali untuk
menyempurnakan kerajaan Allah.
BAB 9
SEJARAH
Sejarah itu apa?
Sebaiknya kita membedakan dahulu antara sejarah dan ilmu sejarah. Ilmu sejarah
adalah suatu penyelidikan ilmiah tentang sejarah. Oleh karena itu ahli sejarah
selalu menyaring fakta-fakta, ia mengadakan suatu seleksi, ia menganggap
fakta-fakta tertentu sebagai penting dan fakta-fakta lain dianggapnya kurang
penting. Fakta-fakta yang penting itu digabungkannya menjadi suatu gambaran
tentang sejarah. Jadiboleh dikatakan: gambaran itu sendiri adalah sejarah, atau
dengan lain perkataan: ahli sejarahlah yang menciptakan sejarah,(sejarah
bergantung dari ilmu sejarah).
Biasanya prasejarah dan
sejarah dibedakan karena tentang prasejarah tidak ada naskah-naskah,
dokumen-dokumen atau monumen-monumen, padahal sejarah mulai kalau sudah ada
dokumen-dokumen atau monument-monumen. Tetapi dipandang dari sudut filosofis (
yang bertanya: apakah sejarah itu?) Prasejarah itu merupakan suatu bagian
(yakni bagian pertama) dari sejarah. Boleh dikatakan: sejarah itu baru ada
sejak manusia, tetapi dapat dikatakan juga: sejak manusia itu ada,ada sejarah.
Rasanya suatu peristiwa
mempunyai sifat bersejarah jikalau peristiwa itu merupakan perkembangan baru.
Sejarah berarti perubahan, perkembangan baru, bentuk baru. Oleh karena itu
sejarah dapat didefinisikan sebagai pemberian bentuk baru kepada bahan-bahan
yng sudah ada. Manusia member bentuk baru secara bebas. Sejarah ialah pemberian bentuk baru secara bebas kepada bahan-bahan
yang sudah ada. Sejarah itu
mempunyai hubungan erat dengan teknik. Tetapi sejarah tidak dapat disamakan
dengan teknik, ada 3 alasan, yaitu:
1. Dalam
sejarah itu kita tidak hanya menemukan pembentukan bahan-bahan mateiil. Dalam
sejarah sering juga bahan-bahan rohani iberi bentuk baru. Misal cita-cita
nasionalisme sudah lama ada di tengah-tengah bangsa Indonesia. Cita-cita itu
diberi bentuk baru dalam proklamasi kemerdekaan, sehingga proklamasi itu
menjadi peristiwa yang bersejarah.
2. Teknik
itu merupakan salah astu modalitas diantara modalitas-modalitas lain. Tetapi
sejarah itu tidak terbatas pada satu modalitas saja.
3. Ada
sejarah dari teknik. Dari alat-alat teknik yang sangat sederhana dalam masyarakat
primitive sampai teknik yang sangat tinggi dalam masyarakat modern, ada suatu
perkembangan suatu sejarah yang terus-menerus dan yang tentu masih akan
diteruskanlagi.
Tidak ada sejarah dari
sejarah, kalimat ini merupakan suatu senjatapenting dalam menghadapi suatu
pandangan yang tersebar sekali, yaitu pandangan historisme, pendirinya dalah
Wilhelm Dilthey. Dilthey menekankan bahwa ilmu sejarah itu mempunyai methodos
tersendiri dan tidak dapat memakai methodos ilmu alam. Menurut historisme itu
segala kebudayaan adalah historis belaka atau serba historis. Tidak ada norma
yang tetap, tidak ada struktur yang tetap, tidak ada gejala yang tetap,
semuanya tenggelam dalam arus sejarah yangb mengalir terus-menerus. Untuk
mempunyai sejarah, harus ada sesuatu yang tetap, yang tumbuh (identik) dengan
diri sendiri. Sejarah itu termasuk dimensi kewaktuwian. Segala peristiwa insani
mempunyai segi historis. Ada juga dimensi lain, seperti misalnya dimensi
modalitas dan individualitas.
Apakah ada hukum
sejarah? Dilihat dari sudut ilmu filsafat boleh dikatakan : sejarahitu tidak
dikuasai oleh hukum-hukum alam, karena sejarah adalah pembentukan bahan-bahan
yang bebas. Apakah dalam perkembangan sejarah tidak dapat dilihat
kecondongan-kecondongan (tendens-tendens, trends) yang tertentu dan memang ada
tendens-tendens atau kecondongan dan itu bukan hukum alam. Apakah sejarah itu
bersifat normative?Tidak sedikit ahli sejarah menjawab tidak normatif melainkan
descriptif. Kata sifat itu patut dipakai mengenai ilmu sejarah. Apakah sejarah itu dikuasai oleh norma? Jawabannya
adalah ya, ada norma sejarah. Sejarah ilah pemberian bentuk baru secara bebas
kepada bahan-bahan yang ada, jadi norma sejarah itu bunyinya: berikanlah bentuk
baru kepada bahan-bahan yang ada, atau perkembangkanlah bahan-bahanyang ada
atau berbudayalah. Norma sejarah dapat dilanggar dan sering terjadi dilanggar.
Pelanggaran itu terliaht dalm dua jurusan. Norma sejarah dilanggar, jika umat
manusia tidak lagi mengembangkan bahan-bahan yang ada, jika dinamika sejarah
berhenti inilah gejala konservatisme yang ekstrim atau reaksi. Norma sejarah
juga dilanggar, jika umat manusia mau memberi bentuk baru kepada bahan-bahan
yang belum ada. Inilah gejala revolusi yang ekstrim yang berjalan dengan
terlalu cepat. Orang yang mengerti tuntutan sejarah ialah orang yang
menghindari reaksi dan revolusi yang ekstrim. Orang yang semacam itu boleh
dipuji sebagai tokoh sejarah.
Perlu diperhatikan
tentang tendens-tendens yang terdapat dalam sejarah. Tendens yang pertama
adalah berhubungan dengan hakekat sejarah sebagai pemberian bentuk baru kepada
bahan-bahan yang sudah ada. Ini berarti bahwa dalam sejarah selalu ada dua
faktor, yaitu faktor bahan-bahan yang lama dan faktor pembaharuan bahan-bahan
itu. Berhubung dengan itu dalam sejarah selalu ada pergumulan antara tradisi
dan progressi. Hanyalah, kalau tradisi itu dipertahankan dengan mati-matian,
karena dimutlakkan, bahkan didewa-dewakan, maka timbul konservatisme ekstrim
yang melanggar norma sejarah. Dua faktor itu, tradisi dan progressi atau
konservatisme dan revolusi selalu bergumul satu dengan yang lain.
Tendens yang kedua
diberi nama: integrasi dan diferensiasi, dalam sejarah bertemulah masyarakat
yang satu dengan masyarakat yang lain dan kebudayaan yang satu dengan
kebudayaan yang lain. Sebagai akibat dari pertemuan itu terjadilah suatu
integrasi. Dalam masyarakat prlmitif integrasi masih sedikit sekali. Dalam
masyarakat modern, integrasi itu makin lama makin menghebat. Dalam masyarakat
primitife belum ada pembagian kerja. Semua anggota masyarakat masih pandai pada
segala lapangan hidup. Tetapi kemudian timbul proses differensiasi, terjadilah
pembagian kerja, terjadilah ahli-ahli tertentu. Bahkan dalam masyarakat zaman
sekarang keahlian atau spesialisme itu belum cukup. Timbullah gejala
superspesialisme.
Proses differensiasi
dapat disinyalir dalam hubungan lain, yaitu terjadinya ikatan-ikatan
kemasyarakatan yang tersendiri-sendiri. Tetapi dalam perkembangan sejarah
kemudian ikatan-ikatan kemasyarakatan itu tercerai-berai. Negara mempunyai
organisasi dan fungsi sendiri, begitu juga keluarga, perusahaan, gereja dan
sebagainya.
Apakah makna sejarah?
Jelaslah bahwa peertanyaan itu berhubungan erat dengan pertanyaan yang pokok:
Apa dan siapa manusia? Pandangan seorang filsuf tentang manusia, demikianlah
pandangannya tentang makna sejarah. Cukup jelas bahwa ilmu sejarah pada dirinya
tidak mampu untuk menentukan makna sejarah. Ilmu itu menyelidiki
peristiwa-peristiwa yang penting, menentukan hubungan sebab akibat antara
peristiwa-peristiwa itu, membentuk suatu gambaran mengenai peristiwa-peristiwa
itu, tetapi ilmu sejarah tidak kompeten untuk menentukan maknanya dan tujuannya.
Pandangan Kristen boleh
dirumuskan bahwa asla sejarah ialah dari Tuhan Allah yang menciptakan manusia
yang menyejarah itu. Dalam jalan sejarah Tuhan menyertai dan membimbing manusia
dengan firmannya. Pusat sejarah ialah Jesus Kristus karena didalam Jesus
Kristus Tuhan Allah sendiri masuk ke dalam dunia ini dan menjadi sejarah dengan
kita manusia. Dan tujuan sejarah ialah pelaksanaan kerajaan Allah, yang alsnya
sudah diletakkan dalam kedatangan Jesusu Kristus yang pertama kalinya, yang
sedang diperjuangkan oleh orang Kristen dengan kekuatan Roh Tuhan yang
disempurnakan dalam kedatangan Jesus Kristus yang kedua kalinya.
BAB
10
MANUSIA
Apa dan siapa manusia?
Ini berarti bahwa pandangan seorang filsuf tentang hakekat manusia bergantung
dari keyakinannya. Dan keyakinan tentang hakekat manusia itu adalah selalu
brhubungan dengan keyakinan tentang Allah serta keyakinan tentang hakekat
kenyataan. Ilmu filsafat kemudian berusaha untuk memahami manusia sebagai
keseluruhan, serta mengetahui tempat manusia di tengah-tengah kenyataan
seluruhnya. Dengan menyelami perbedaan antara manusia dan binatang tempat
manusia di tengah-tengah kenyataan akan menjadi jelas. Perbedaan pertama antara
manusia dan binatang terletak dalam kejasmanian manusia. Yang menarik perhatian
ialah bahwa manusia itu seakan-akan kalah dengan binatang jika dilihat dari
segi biologis. Binatang itu mempunyai anggota badan yang menjadi alat yang kuat
untuk mempertahankan hidupnya. Sekiranya manusia itu tidak punya akal dan tidak
pandai mempergunakan alat-alat, pastilah manusia tidak dapat mempertahankan di
tengah-tengah alam.
Dalam menghadapi suatu
lingkungan (Umwelt) binatang dikemudikan oleh nalurinya. Naluri itu ada dua
macam. Pertama ada naluri intern, ada nafsu, yaitu terutama nafsu makan, nafsu
kelamin dan nafsu membela hidup. Disamping itu ada naluri extern, yaitu
reaksi-reaksi yang bersifat naluri (instinktif) terhadap perangsang-perangsang
extern tertentu. Tetapi manusia berbeda sekali. Manusia itu tidak terikat
kepada Umwelt tertentu. Artinya manusia itu bersifat terbuka. Karena sifatnya
yang terbuka itu, dan karenakemampuannya untuk memakai alat-alat, manusia dapat
hidup dimana-mana, kaena sifatterbuka itu kekalahan manusia menjadi
keunggulannya. Disini juga manusia itu bersifat terbuka, yakni terbuka untuk
segala macam perangsang yang merangsang inderanya. Kemampuan itu memang
menuntut suatu latihan, suatu disiplin, yaitu latihan dalam menyeleksi
kesan-kesan yang terpenting diantara samudra kesan-kesan yang membanjiri
manusia itu.
Perbedaan kedua
terletak dalam peranan manusia sebagai subjek. Manusia itu berfikir, berteknik,
berbahasa, bergaul, berekonomi, berhukum, berkesenian, berkasih dan sebagainya.
Manusia tidak hanya takluk kepada hokum-hukum alam, melainkan juga kepada
norma-norma yang dapat dilanggarnya. Dunia adalah penuh dengan kemungkinan,
tetapi manusialah yang melaksanakan kemungkinan itu. Dan pelaksanaan itu
terjadi dalam sejarah. Manusia disebut sebagai pusat kenyataan. Dunia diluar
manusia itu seakan-akan menunggu keaktifan manusia untuk dikembangkan, dunia
adalah dunia untuk manusia. Dilain pihak manusia itu terpanggil untuk
mengembangkan dunia, manusia adalah manusia didalam dunia. Pada abad ke XX ini
terutama filsafat existensilah yang menekankan segi ini dari tempat manusia
dalam dunia. Antara lain segi ini perlu diperhatikan dalam gnoseologi atau
teori pengetahuan.Kant mengajar bahwa isi pengetahuan berasal dari empiri,
tetapi bentuknya dari akal asalnya semuanya mengandaikan adanya jarak itu.
Kalau kita menerima bahwa dunia adalah dunia untuk manusia dan manusia adalah
manusia didalam dunia, maka manusia termasuk akalnya adalah terjalin dengan
dunia. Dunia dapat objek dari pengetahuan manusia, maka dalam pengetahuannya
manusia melaksanakan kemungkinan itu, sehingga dunia sungguh-sungguh menjadi objek
atas lapangan pengetahuan itu.
Perbedaan ketiga antara
manusia dan binatang ialah bahwa manusia mempunyai keinsafan atau kesadaran.
Manusia itu bertindak, berfikir, berkehendak, berperasaan, tetapi kecuali itu
manusia tahu bahwa ia bertindak, berfikir dan selanjutnya, ia insaf tentang
segala keaktifannya. Dalam manusia itu terdapatlah suatu dualitas, yang
rupa-rupannya tidak ada pada binatang. Menurut Plato (427-347 BC). Dualitas
yang disebut diatas itu yaitu dualism antara jiwa dan badan. Jiwa dan badan
dianggap dua substansi (dua hal yang berdii sendiri). Pandangan Plato itu dapat
digambarkan dengan sederhana seperti berikut:
Jiwa
Badan
Aristoteles (384-322)
menolak dualism ajaran Plato. Menurut Aristoteles manusia itu adalah suatu
kesatuan dengan dua factor (bukan dua substansi atauduahal yang berdiri
sendiri). Pandangan Aristoteles dapat digambarkan seperti berikut :
Jiwa
badan
|
Pandangan Plato dan
Aristoteles berpengaruh lama dan jauh sekali. Pada abad ke XX Platoisme dan
Aristoteles mulai dilepaskan. Disatu pihak pandangan marxisme berpengaruh luas.
Menurut marxisme tidak ada jiwa, hanya ada badan, karena hanya meterilah yang
nyata. Hidup kejiwaan adalah sebenarnya suatu produk dari materi yang paling
tinggi organisasinya. Dalam pandangan filsafat existensi tentang manusia atau
jiwa-badan itu tidak satu, misalnya Van Peursen, Badan-Jiwa-Roh. Menurut
pemikiran Gabriel Marcel (1889), dia menarik kesimpulan bahwa manusia itu
adalah suatu berada jasmani, suatu aku, yang menjelma (berinkarnasi) dalam
badan.
Hal pertama yang
menarik perhatian ialah bahwa kitab suci biasanya menggambarkan manusia itu
sebagai suatu kesatuan. Kata daging (Perjanjian Lama: besar, Perjanjian Baru:
sarx) biasanya dipakai untuk menggambarkan seluruh manusia sebagai makhluk yang
fana, yang lemah, dalam surat-surat rasul Paulus kata itu sering berarti:
manusia sebagai makhluk yang berdosa. Kata jiwa (Perjanjian Lama: nefesj,
Perjanjian Baru: psyhe), sering menunjukkan seluruh manusia itu sebagai makhluk
yang hidup, yang bernafas. Dalam pemakaian kata-kata itu tidak kelihatan suatu
dualisme antara jiwa dan badan, bahkan suatu dualisme sering juga tidak tampak.
Kitab suci mengakui juga suatu dualitas dalam manusia dengan membedakan inti
dan lingkaran. Belum cukup jika kita hanya melihat perbedaannya dengan
binatang dalam kejasmaniannya dan dalam peranannya sebagai subjek atas segala
macam modalitas.Dibelakang kejasmaniannya serta segala keaktifannya sebagai
manusia dalam dunia terdapat apa yang disebut hati manusia.
Kejasmanian adalah
expresi dari egonya. Tetapi dilain pihak manusia itu tidak identik dengan
kejasmaniannya. Dibelakang lingkaran itu terletak pusatnya. Manusia mempunyai
keinsafan. Dengan lain perkataan: manusia insaf akan sejarah. Manusia
memikirkan hari depannya secara bebas dan hari depan itu tidak hanya
dipikirkan, melainkan selalu dipersiapkan manusia selalu sibuk untuk zaman yang
akan datang. Akhirnya keinsafan tentang waktu itu berarti bahwa manusia insaf
akan kefanaannya.
Perbedaan yang keempat
bahwa manusia itu segambar dengan Allah. Manusia dikasihi Allah dan dipanggil
untuk mengasihi Allah kembali. Ini berarti bahwa manusia itu tidak hanya
terbuka untuk dunia, tetapi manusia juga terbuka keatas terbuka untuk Allah.
Kesegambaran manusia
dengan Allah kemudian berarti bahwa manusia dipanggil untuk mengasihi sesama
manusia. Manusia sejati ialah manusia yang mengasihi sesama manusia disamping
mengasihi Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar